CIREBON, KOMPAS — Anak balita berumur 14 bulan, Kaisar Alfikar, meninggal setelah diberi minum susu yang dicampur racun tikus yang dibuat ayahnya, M Taofik (27), Sabtu (6/1), di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Setelah meracuni anaknya, pelaku mencoba bunuh diri dengan menenggak minuman yang sama.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu pukul 10.00 di rumah Taofik di Dusun Wage RT 002 RW 005, Desa Babakan Losari, Kecamatan Pabedilan. Hal itu terjadi setelah pelaku bertengkar lewat telepon dengan istrinya yang merantau di Batam, Kepulauan Riau.
”Pelaku meminta istrinya mengirimkan uang. Jika tidak, dia mengancam bunuh diri bersama anaknya,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon Ajun Komisaris Reza Arifian, Sabtu.
Pelaku meminta istrinya mengirimkan uang. Jika tidak, dia mengancam bunuh diri bersama anaknya.
Karena permintaan tersebut tidak dipenuhi. Taofik yang bekerja sebagai buruh lepas menjadi gelap mata. Ia membuat susu dan dicampur dengan racun tikus untuk anaknya. Polisi menemukan barang bukti berupa dua bungkus racun tikus dan sebungkus susu instan di rumah pelaku.
Susu oplosan dimasukkan ke dalam botol susu yang lalu diberikan kepada Kaisar. Setelah menenggak susu tersebut, napas Kaisar tersengal.
”Taofik lalu mencoba bunuh diri dengan meminum susu oplosan itu,” lanjut Reza.
Beruntung warga segera memergoki ulah Taofik. Keduanya lalu dibawa ke Rumah Sakit Waled. Namun, nyawa Kaisar tidak terselamatkan, Sabtu sore. Sementara kondisi Taofik masih kritis.
Menurut Reza, dari penyelidikan sementara, motif pembunuhan karena faktor ekonomi. Polisi telah memeriksa dua saksi. Pihaknya juga akan menahan Taofik untuk penyidikan lebih lanjut.
Jenazah Kaisar dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Losarang, Indramayu, untuk menjalani otopsi.
Farida Mahri, Koordinator Wangsakerta, komunitas yang fokus pada pemberdayaan perempuan dan anak, menilai, kasus tersebut dipicu tingkat stres pelaku yang tinggi. Hasil kerja pelaku tidak seberapa di tengah biaya hidup yang tinggi. Pada saat yang sama, dia harus menjadi ibu setelah istrinya merantau. ”Himpitan ekonomi ini lah penyebabnya,” katanya.
Bukan kasus pertama
Kasus pembunuhan yang pelaku-korban adalah satu keluarga dengan motif ekonomi bukan yang pertama kalinya. Awal September tahun lalu, Agus Supriyatna (38) diduga membunuh keluarganya sendiri di rumah kerabatnya di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Ibu dan istri pelaku tewas, sedangkan dua anak pelaku, seorang adik, dan seorang saudara iparnya terluka.
Sebulan kemudian, Dupendi (35), warga Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, diduga membacok istrinya dengan kapak hingga tewas. Kasus itu terjadi karena pelaku tak ingin bercerai dengan istrinya yang tak kuat mempertahankan perkawinan karena jeratan kemiskinan. ”Ironisnya, korban selalu ada anak dan perempuan,” ujar Farida. (IKI)