SEMARANG, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah serentak selama ini baru berdampak positif terhadap penghematan anggaran. Meski demikian, belum terlalu berdampak pada sinkronisasi visi dan misi kepala daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota demi peningkatan kesejahteraan warga.
Direktur Lembaga Pengembangan Demokrasi dan Kepemiluan (LPDK) Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Andreas Pandiangan, Minggu (7/1), mengemukakan, pilkada serentak diramaikan tawaran program para pasangan calon ke masyarakat sebagai penarik dukungan pemilih. Tawaran program merupakan mimpi masing-masing kepala daerah untuk pembangunan lebih baik.
”Pada UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 261 Ayat (4) dan (5) mensyaratkan kepala daerah terpilih maksimal 6 bulan seusai dilantik, wajib menerjemahkan visi dan misi saat kampanye ke dalam dokumen perencanaan daerah yang dikenal sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah,” kata Andreas.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah, memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan dan program perangkat daerah dan lintas satuan kerja disertai kerangka pendanaan bersifat indikatif jangka waktu 5 tahun yang disusun dengan berpedoman Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Menurut Andreas, pada konteks Provinsi Jawa Tengah, ternyata tidak gampang mewujudkan mimpi kepala daerah (gubernur) melalui RPJMD. Salah satu kendala utama, RPJMD Jateng tidak selalu fokus implementasinya sama dengan RPJMD pada 35 kabupaten/kota.
Studi selama Desember 2017 memberi hasil bukti visi dan misi gubernur sama dengan bupati/wali kota melalui RPJMD, yakni sama-sama meningkatkan kesejahteraan warga. Namun, RPJMD Jateng tidak mudah direalisasikan karena tidak selalu sinkron dengan RPJMD kabupaten/kota. Ketidaksinkronan itu dari rumusan visi, misi hingga program dan kegiatan di tingkat warga.
Ketidaksinkronan membuat program Pemprov Jateng tak selalu beririsan dengan program pemkab/pemkot. Hal ini tecermin pada kebijakan bidang strategis, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang, ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyaraat. ”Ketidaksinkronan itu dapat dikurangi bila fungsi dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam pembinaan dan pengawasan berjalan maksimal,” ujar Andreas.
Menghemat
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jateng Joko Purnomo mengatakan, pilkada serentak di Jawa Tengah yang diikuti tujuh kabupaten/kota pada 2018 menghemat anggaran biaya sebesar Rp 182 miliar. Dia mengestimasi, jika 35 daerah di Jateng melaksanakan pilkada serentak, anggaran yang dihemat bisa mencapai Rp 1,6 triliun. Tujuh daerah yang melaksanakan pilkada serentak tahun ini, yakni Kabupaten Banyumas, Temanggung, Kudus, Karanganyar, Tegal, Magelang, dan Kota Tegal.
Pada pilgub Jateng, jumlah daftar pemilih sementara hingga saat ini sebanyak 27,4 juta orang. Data ini akan divalidasi menjadi daftar pemilih tetap pada 20 Januari mendatang.
Pada penyelenggaraan pilkada serentak tahun ini, terdapat aturan anggaran sosialisasi yang berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya, yaitu alokasi Rp 56,8 miliar untuk sosialisasi di tingkat kecamatan.
Meski demikian, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sebagai rekan kerja KPU kabupaten/kota bisa melakukan sosialisasi secara mandiri. Adapun besaran anggaran sosialisasi Rp 10 juta-Rp 13 juta/kecamatan. ”Sosialisasi bisa dengan beragam media, khususnya kearifan lokal. Jangan gunakan anggaran sosialisasi untuk menyewa apa pun,” tegas Joko.
Bupati Kudus H Mustofa mengatakan, sinkronikasi visi dan misi kepala daerah saat ini mestinya bisa terwujud. Terlebih lagi, pemerintahan Presiden Joko Widodo mendorong percepatan pembangunan di semua sektor, bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (WHO)