BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan, program Citarum Bestari yang dimulai sejak empat tahun lalu telah membuahkan hasil. Meski masih ada sejumlah hal yang harus diperbaiki, kadar pencemaran Sungai Citarum di tahun 2017 menurun dibandingkan dengan sebelumnya
Citarum Bestari (bersih, sehat, indah, dan lestari) adalah program pemulihan Citarum yang diinisiasi Pemprov Jabar. Program ini melibatkan berbagai unsur pemerintahan dan masyarakat di hulu hingga hilir Citarum. Pada 2014, dana yang dikeluarkan untuk program ini Rp 21,7 miliar, Rp 48 miliar (2015), Rp 55 miliar (2016), dan Rp 35,8 miliar (2017).
”Sejak dicanangkan 22 Juni 2014 hingga saat ini, Citarum Bestari sudah memberikan hasil. Tingkat pencemaran di sejumlah titik menurun,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Anang Sudarna di Kota Bandung, Senin (8/1).
Anang mencontohkan hasil analisis kualitas air Sungai Citarum di Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Tahun 2017, ada empat parameter pencemaran di atas ambang baku mutu air di kawasan itu, yakni kadar klorin, kadar BOD (biological oxygen demand), E coli tinja, dan E coli total. Kondisi itu lebih baik ketimbang tahun 2014 yang menunjukkan ada 11 parameter pencemaran di atas ambang baku mutu air.
”Tujuh parameter yang berhasil diperbaiki sehingga memenuhi ambang batas baku mutu air adalah kandungan zat tersuspensi (TSS), fenol, COD (chemichal oxygen demand), minyak-lemak, nitrit, sianida, dan sulfida,” katanya.
Tren penurunan indikator berbahaya juga terjadi di enam lokasi pengambilan contoh air Sungai Citarum. Daerah itu adalah Jembatan Koyod, sekitar instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Cisirung, kawasan Nanjung, kawasan pembuangan air Waduk Jatiluhur, Bendung Walahar, dan Bendung Tunggak Jati. ”Semua itu buah dari tujuh kegiatan Citarum Bestari. Kegiatan itu antara lain penataan ruang dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terpadu, pengendalian pencemaran kerusakan lingkungan, serta konservasi dan rehabilitasi hutan lahan,” katanya.
Fokus pada pengembangan 211 desa dari sekitar 600 desa di DAS Citarum untuk menjadi desa berkesadaran lingkungan, kata Anang, masih dilakukan. Di desa-desa itu diberikan edukasi memilih, memilah, dan mengolah sampah. Sudah ada bank sampah di 96 desa.
Melesetnya target Citarum bisa diminum pada tahun 2018, menurut Anang, tidak keliru sepenuhnya karena tidak disebutkan di titik mana air Sungai Citarum yang bisa diminum. ”Kalau di hulu, Situ Cisanti, airnya masih bersih dan bisa diminum. Pernyataan itu bertujuan menyemangati semua pihak bekerja membersihkan Citarum,” ujar Anang.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdhan berharap, masalah limbah industri terus menjadi perhatian utama. Dia berharap, pemerintah melakukan audit lingkungan menyeluruh di DAS Citarum untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran. ”Moratorium pemberian izin pembuangan air limbah yang membebani Sungai Citarum dan anak-anak sungainya, juga harus dilakukan. Upaya pemulihan baru bisa dilakukan apabila beban pencemar dihentikan,” katanya. (BKY/SEM)