PRINGSEWU, KOMPAS — Sejumlah anak muda mulai merintis usaha pertanian di desa. Minat anak muda untuk menggeluti sektor pertanian semakin meningkat setelah mereka mendapat pembinaan tentang budidaya dan pemanfaatan teknologi pertanian.
Wahyudi (29), salah satu petani muda di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung, mengatakan, ia mengelola 1 hektar pekarangan bersama orangtuanya. Semula ia hanya menanam jagung dan cabai di kebunnya. Kini, Wahyudi menerapkan pola tumpang sari dengan menanam tanaman lain, seperti bawang merah, labu air, dan melon.
Selain itu, Wahyudi juga menggunakan bibit unggul agar produksi buah yang dihasilkan lebih banyak dan bagus.
”Sebelum mendapat pembinaan, saya menggunakan bibit asalan sehingga hasilnya tidak maksimal,” ujarnya, Selasa (9/1), disela-sela acara Pengukuhan Petani Muda Panah Merah di Desa Srikaton.
Hari itu, enam orang perwakilan petani muda di Lampung dikukuhkan sebagai anggota Petani Muda Panah Merah. Wadah komunikasi antarpetani muda di Lampung itu terbentuk atas pembinaan PT East West Seed Indonesia, perusahaan swasta yang bergerak di pertanian.
Nuriyanto (32), petani muda dari Kabupaten Lampung Barat, mengatakan, ia tertarik menggeluti usaha pertanian untuk meneruskan usaha orangtuanya.
Saat ini, ia menanam cabai dan tomat di lahan seluas 1 hektar dengan modal Rp 60 juta. ”Saat ini, sedang proses panen. Saya memperkirakan omzetnya bisa mencapai Rp 150 juta,” ujarnya.
Dengan menerapkan pola budidaya yang baik, bertani tanaman hortikultura menjadi pekerjaan yang menguntungkan. Selama menjadi petani sejak 2010, Nuriyanto bisa menafkahi keluarganya secara layak.
Direktur Penjualan dan Pemasaran PT East West Seed Indonesia Afrizal Gindow mengatakan, program pembinaan petani muda itu diharapkan dapat menjadi solusi regenerasi petani. ”Semakin menurunnya minat anak muda di sektor pertanian menjadi dasar bagi kami membentuk wadah bagi mereka yang ingin bertani,” ujarnya.
Menurut Afrizal, kerja sama itu diharapkan bisa menebarkan virus kepada generasi muda untuk menekuni bidang pertanian sehingga mendukung program kedaulatan pangan. Sejak 2003, pihaknya telah memfasilitasi program pelatihan pertanian, termasuk praktik budidaya serta pengembangan usaha bidang pertanian.
Peluang di sektor pertanian semakin terbuka. Hal itu karena kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sementara luas area pertanian justru semakin berkurang. Dibutuhkan penerapan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman.
Fasilitator Petani Muda Panah Merah, Suhariyanto, mengatakan, saat ini sudah ada 110 petani berusia 17-35 tahun yang telah mendapat pembinaan. Transfer pengetahuan, keahlian, informasi, dan teknologi di bidang pertanian dilakukan lewat pelatihan secara berkala setiap bulan.
Selain itu, pihaknya juga melatih agar petani saling berkomunikasi sebelum melakukan penanaman sayur atau buah. Itu dilakukan untuk menjaga stabilitas produk pertanian.
”Petani tidak boleh ikut-ikutan menanam tanaman yang sama. Kalau petani di Lampung Barat sudah banyak menanam cabai, petani di Lampung Selatan kami dorong menanam tanaman lain, misalnya tomat,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Hortikultura dan Tanaman Pangan Provinsi Lampung Edi Yanto mengatakan, pemerintah mendukung upaya pembinaan petani yang dilakukan oleh pihak swasta. Selama ini, pemerintah juga telah menjalankan program untuk menarik minat anak muda pada sektor pertanian. Salah satunya melalui mekanisasi, penerapan teknologi pertanian, dan pengelolaan pascapanen.
”Pemerintah memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian agar petani lebih mudah dalam bekerja. Selain itu, kami juga memberikan bibit unggul dan pupuk agar produk yang dihasilkan lebih banyak dan berkualitas,” katanya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dalam kurun 2003-2013, jumlah rumah tangga petani di Indonesia berkurang 5,1 juta. Pada 2003, jumlah rumah tangga petani sebanyak 31,2 juta. Pada 2013, jumlah rumah tangga petani berkurang menjadi 26,2 juta.
Dari sekitar 26,2 juta rumah tangga petani, sekitar 65 persen sudah berusia di atas 45 tahun. Jumlah rumah tangga petani terus berkurang karena jumlah petani keluar dari sektor pertanian, meninggal, atau pindah kerja ke sektor lain lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja baru yang bekerja menjadi petani. (VIO)