MANADO, KOMPAS — Tercemarnya Teluk Manado, Sulawesi Utara, dengan sedimen, sampah plastik, dan logam berat berdampak buruk terhadap kehidupan nelayan pesisir Kota Manado. Volume tangkapan ikan di perairan teluk itu menurun drastis sehingga membuat nelayan harus melaut lebih jauh dan lama. Pencemaran juga berpotensi berdampak pada kesehatan masyarakat setempat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Ronald Sorongan, Selasa (9/1), mengatakan, pada 2013, tangkapan ikan mencapai 21.175 ton, tetapi pada 2014 hanya 18.851 ton. Setahun berikutnya cuma 14.128 ton.
Kondisi itu membuat sekitar 15.000 nelayan pesisir Kota Manado, dari selatan Pantai Malalayang hingga Tongkaina di sebelah utara Manado, rentan rawan pangan. Saat laut berombak besar, banyak nelayan yang hanya makan sekali dalam sehari. ”Ironi di tengah pembangunan infrastruktur kota gegap gempita, pada sisi lain kehidupan nelayan termarjinalkan,” kata Sorongan.
Beberapa waktu lalu, ketika Kompas melakukan perjalanan dari Bunaken ke Manado, perahu motor harus berhenti di tengah laut untuk menghindari tumpukan sampah plastik sisa air kemasan yang terbawa arus. Juru mudi perahu mengatakan, ia terpaksa mematikan mesin agar sampah tidak membelit motor. Laju perahu juga dibuat zigzag untuk menghindari tumpukan sampah lain yang hanyut di laut.
Awo Runtuwene (50), nelayan Pantai Karangria, mengatakan, tangkapan ikan yang menurun di Teluk Manado membuatnya harus melaut lebih jauh dan lama hingga ke Pulau Mantehage yang berjarak 10 mil (19 kilometer). Padahal, pada 1990-an, nelayan cukup melaut sejauh 1-2 mil dari garis pantai untuk mendapatkan ikan.
”Tahun 1990, air laut Teluk Manado masih jernih, ikan dengan mudah kami tangkap. Hanya mendayung 1 mil, kita bisa mendapatkan banyak ikan, tetapi sekarang sudah sulit,” katanya.
Nelayan pun harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk modal melaut. Apalagi, bahan bakar bensin dan solar juga biasanya sulit diperoleh akibat larangan membeli di SPBU menggunakan galon.
Berbagai limbah
Rignolda Djamaludin dari Asosiasi Nelayan Tradisional Manado, mengatakan, pencemaran sampah plastik dan lumpur memberi andil terhadap berkurangnya hasil tangkapan nelayan. Saat musim hujan, air keruh dari sungai masuk ke Teluk Manado sehingga terjadi sedimentasi.
Menurut Rignolda, perairan Manado juga telah tercemar berbagai limbah, di antaranya limbah rumah sakit, bakteri Escherichia coli, dan logam berat dari sisa-sisa oli bekas. ”Masalahnya, seluruh sampah dibuang masyarakat ke laut tanpa ada sanksi dan larangan dari Pemerintah Kota Manado,” katanya.
Sementara itu, Awo Runtuwene mengatakan, kehidupan nelayan di Manado nyaris terabaikan dalam pembangunan Kota Manado. ”Kalau musim ombak seperti ini, kami berutang beras di warung,” katanya.
Sejak pertengahan Desember 2017 hingga awal Januari ini, gelombang pasang melanda kawasan Teluk Manado. Ombak setinggi 2-3 meter memaksa nelayan beristirahat. Perahu-perahu nelayan harus mencari tempat yang aman untuk ditambatkan. Biasanya, nelayan menyimpan perahunya di atas trotoar Jalan Boulevard Manado. (ZAL)