SIGI, KOMPAS Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada tahun ini memprioritaskan pengembangan 40 kawasan ekonomi perdesaan. Kawasan tersebut diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) Ahmad Erani Yustika di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (10/1).
Erani meresmikan Rumah Pajang (penjualan produk), embung, dan penggilingan padi di Sigi yang dibangun Kemendesa.
”Kawasan ekonomi perdesaan bertujuan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berbasis partisipasi penuh warga. Seluruh sumber daya alam yang ada dikelola dengan baik, termasuk mendapatkan nilai tambah agar rakyat sebagai pemilik produk menikmati hasilnya,” kata Erani.
Ke-40 kawasan ekonomi perdesaan prioritas tersebut tersebar di 60 kabupaten, antara lain di Provinsi Aceh, Banten, dan Sulawesi Tengah. Kawasan ditetapkan berdasarkan ketersediaan sumber daya alam dan adanya komitmen pemerintah setempat. Tak hanya dalam satu kabupaten, ada juga kawasan ekonomi perdesaan lintas kabupaten karena kesamaan produk yang bisa dikembangkan.
Di Sulteng, kawasan perdesaan yang dibina Kemendesa berada di Kabupaten Sigi yang meliputi tujuh desa di Kecamatan Biromaru, yakni Desa Jono Oge, Sidera, Oloboju, Watunonju, Pombewe, Solowe, dan Bora.
Kawasan tersebut memfokuskan pengembangan pertanian dan peternakan. Ketujuh desa itu selama ini dikenal sebagai daerah persawahan, hortikultura, dan pusat peternakan.
Di Rumah Pajang, yang dikelola bersama oleh ketujuh desa, dijual berbagai produk olahan dari kelompok usaha, di antaranya bawang goreng, keripik ubi, keripik pisang, dan beras ketan organik. Produk dikemas dalam volume kecil dan besar disertai merek, nama kelompok penghasil, dan jaminan halal.
Nilai tambah
Erani menyatakan, pihaknya memfokuskan pemberdayaan dengan memaksimalkan pendamping desa dan pendamping kawasan perdesaan. Pendamping bertugas memastikan kegiatan berjalan terus dan kualitas produk semakin bagus.
Selain itu, Kemendesa juga memastikan kegiatan ekonomi di dalam kawasan, terutama terkait pertanian, berorientasi pada nilai tambah. Selama ini banyak produk dari desa dijual tanpa nilai tambah sehingga nilai jualnya pun rendah. Pola tersebut diubah dengan pembentukan kelompok pengolahan produk.
Tahap awal, dana desa bantuan dari pemerintah daerah dan kementerian dimanfaatkan untuk penyediaan sarana produksi pengolahan komoditas. Badan usaha milik desa di satu kawasan ekonomi bisa membentuk usaha bersama untuk mendistribusikan produk masyarakat.
Kawasan perdesaan menjadikan warga sebagai pelaku utama pembangunan. Selama ini, pusat pertumbuhan ekonomi bertumpu pada modal yang hanya dimiliki segelintir orang.
Menurut Erani, pengembangan kawasan perdesaan tak hanya menjadi tugas Kemendesa. Setiap tahun, ada sekitar Rp 500 triliun dikucurkan dari APBN untuk pembangunan di desa yang tersebar di 17 kementerian, seperti Kementerian Perdagangan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Potensi itu perlu dimanfaatkan dengan baik. Kemendag, misalnya, bisa membangun pasar kawasan untuk menampung produk masyarakat.
Bupati Sigi Irwan Lapatta mengatakan, Sigi memfokuskan diri untuk mengembangkan pertanian, perkebunan, dan peternakan bernilai tambah. Dengan adanya program dana desa, tiga sektor itu dimaksimalkan untuk menggerakkan ekonomi rakyat.
Sejak awal tahun lalu, anggota kelompok usaha bersama mengikuti pelatihan mengolah produk-produk rumah tangga di sejumlah tempat di Pulau Jawa.
”Ini memang program jangka panjang, tetapi semangatnya menjadikan warga sebagai kekuatan ekonomi. Kami berkomitmen untuk memastikan ekonomi warga terus berdenyut,” kata Irwan. (VDL)