Modernisasi Digalakkan untuk Optimalkan Produksi
GROBOGAN, KOMPAS — Pemerintah pusat menggalakkan modernisasi pertanian guna meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani.
Sistem irigasi yang baik, pengembangan benih berkualitas, dan pendampingan petani menjadi kunci guna mendukung peningkatan produksi pertanian nasional.
Kepala Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Syakir, di sela-sela panen raya padi di Desa Ngeluk, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Kamis (11/1), mengatakan, saat ini muncul paradigma baru, yakni tak ada musim panen dan musim paceklik.
Petani didorong menanam setiap saat sehingga tak ada lahan kosong. Hal itu, hasilnya antara lain terlihat di Jateng.
”Sebelumnya, pada 2014, di Jateng, penanaman pada Oktober sekitar 80.000 hektar. Namun tahun ini, pada bulan yang sama, yakni 120.000 hektar dengan luas panen 100.000 hektar. Ini antara lain karena ada perluasan dan optimasi lahan, infrastruktur irigasi, dan penggunaan alat seperti traktor yang menciptakan efisiensi,” kata Syakir.
Pada Rabu (10/1), panen dilakukan di Desa Ngeluk, dengan luas panen sekitar 60 hektar, dari 3 kelompok tani, dengan luas lahan total 275 hektar.
Syakir menambahkan, sebelumnya, pada Januari di tahun-tahun sebelumnya, dapat dikatakan tak ada panen di wilayah tersebut. Namun, dengan upaya khusus, masa tanam Oktober-Januari dapat optimal. Adapun varietas yang digunakan di daerah tersebut adalah Ciherang.
”Saat ini, varietas Ciherang memang 50-60 persen dan sebelumnya pernah memonopoli hingga 90 persen. Namun, kami terus mengembangkan varietas Inpari dan memberikannya kepada petani. Inpari berpotensi menghasilkan 10 ton per hektar, sedangkan Ciherang 8 ton per hektar. Inpari memiliki berbagai tipe,” kata Syakir.
Lebih lanjut, menurut Syakir, pihaknya menargetkan, pada 2019, penyebaran varietas Inpari diharapkan sudah lebih masif. Selain itu, pihaknya juga terus mengembangkan varietas yang cocok dengan karakteristik satu daerah.
Hal tersebut juga didukung pendampingan yang diberikan kepada petani agar produktivitas yang dihasilkan lebih optimal.
Lebih menguntungkan
Sekretaris Kelompok Tani Sukomakmur, Desa Ngeluk, Grobogan, Eko Suhartono (41) mengaku, dirinya merasakan betul perubahan di desanya dalam rangka peningkatan produksi hasil pertanian.
”Tahun ini, panen lebih cepat, yakni Januari, biasanya Februari. Bagi kami menguntungkan karena harga sedang tinggi. Gabah kering panen mencapai Rp 5.500 per kg. Sebelumnya, saat panen raya, kami menderita karena harga GKP hanya sekitar Rp 3.000 per kg,” kata Eko.
Eko menambahkan, pihaknya mendapat bantuan enam pompa air yang membantu kelancaran pengairan. Selain itu, ada juga mesin pemanen (combine harvester), yang digunakan bergilir oleh tiga kelompok tani. Menurut Eko, alat tersebut mengatasi permasalahan sulitnya mencari buruh panen. Dirinya pun berharap pola seperti ini dipertahankan.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jateng Harwanto mengatakan, pihaknya akan terus menyosialisasikan sistem tanam jajar legowo (jarwo), yang dapat meningkatkan hasil pertanian hingga 20 persen. Tantangannya antara lain adalah mengubah kebiasaan petani yang sudah terbiasa dengan sistem tegel.
”Di awal tentu sulit mengubah kebiasaan. Maka itu, kami dampingi dan kawal agar mereka bisa lakukan itu. Stimulusnya, antara lain, kami beri bantuan benih sehingga jika gagal, tidak takut merugi. Saat ini, di Jateng ada 10.030 hektar yang dilakukan percobaan dengan sistem jajar legowo, di antaranya di Kabupaten Grobogan, Sragen, Karanganyar, Pati, Sukoharjo, dan Batang,” katanya.
Adapun jajar legowo merupakan sistem tanam dengan cara mengatur jarak area antarbenih pada penanaman. Cara tersebut dapat meningkatkan hasil panen ketimbang cara tradisional. Harwanto menambahkan, pendampingan dilakukan dengan harapan petani dapat belajar sambil menjalani prosesnya.