Kemegahan upacara ngaben (pembakaran jenazah) dalam upacara Hindu Bali bukan jaminan roh yang meninggal akan lancar menuju kesempurnaan kematian. Jalan sang atma (roh) tetap bergantung pada karma selama hidupnya. Keluarga dan kerabat yang ditinggalkan hanya diharapkan ikhlas mengantar sang atma pulang kembali ke Sang Hyang Widhi Wasa.
”Tiada yang bisa menjamin siapa pun itu, termasuk keluarga yang menggelar ngaben, sekalipun jenazah adalah seorang raja, mulus jalannya ke surga. Karma, segala perbuatannya semasa hiduplah, yang mutlak melancarkan jalannya menuju alam yang lebih sempurna,” kata budayawan Ida Bagus Sudiksa di Griya Dalem Kerobokan seusai upacara ngaben almarhum I Gusti Adhi Putra di setra Desa Adat Kerobokan, Kabupaten Badung, Sabtu (13/1) malam.
Hari itu, ratusan warga dari Banjar Gede, Banjar Tegeh, dan Banjar Kancil membantu puncak ngaben tingkat utama almarhum Adhi Putra. Mengapa utama? Karena tingkat upacara pembakaran jenazah ini ada tiga, yaitu nista, madya, dan utama. Pembagian ini di antaranya guna mempermudah umat Hindu Bali tetap menjalankan upacara tanpa mengurangi tujuan utamanya.
Tingkatan itu, ujar Bagus Sudiksa, memperingan keluarga menyesuaikan kemampuan ekonominya. Upacara ngaben Sabtu itu termasuk tingkatan utama, tetapi bukan tertinggi karena yang tertinggi biasanya untuk keluarga raja. Jenazah pun tidak harus saat itu dibakar. Karena lagi-lagi persoalan ekonomi, jenazah bisa dikubur atau dibakar, tetapi tidak utuh upacara ngabennya karena selanjutnya dikubur abunya.
Simbol-simbol dalam upacara ngaben utama keluarga Adhi Putra Sabtu itu di antaranya badhe (tempat mengusung jenazah) dengan tumpang (semacam atap bertumpuk mengerucut) berjumlah sembilan.
Jumlah ini menandakan almarhum masuk wangsa (bangsa/leluhurnya berasal dari kerajaan) kesatria. Tumpang terbanyak digelar pada upacara ngaben raja dan istrinya atau keluarga kerajaan dengan jabatan tertinggi. Jika upacara adalah tingkat nista, pengantaran jenazah sederhana, hanya ditandu dan tanpa badhe.
Badhe berfungsi membawa kotak jenazah menuju ke setra (kuburan) desa adat setempat. Keluarga dibantu warga sekitar rumahnya membawanya dengan ditandu bersama-sama karena badhe tergolong berat. Petugas yang menandunya perlu bergantian. Sabtu lalu, puluhan orang membawanya bergantian karena panjang perjalanan dari griya menuju setra sekitar 5 kilometer dan hampir membutuhan waktu tiga jam dari pukul 13.00 Wita.
Di atas badhe itu ada dua orang yang dituakan dari pihak puri atau griya di desa setempat. Tetua (penglingsir) itu membawa burung cenderawasih yang sudah diberi air keras. Satu tetua lainnya membawa campuran beras kuning dan uang kepeng untuk disebar di lokasi yang dianggap tenget (angker) sebagai ungkapan permisi atau minta izin melewati lokasi angker itu.
Sepanjang perjalanan jika mengikuti prosesi perjalanan dari griya menuju setra, terdapat iring-iringan banten (sesaji) yang dibawa di atas kepala oleh para perempuan. Selanjutnya ada penari baris (tarian pengantar saat pembakaran untuk tingkatan utama), lalu dua cucu perempuan atau anak perempuan dari keturunan puri atau griya. Dua perempuan ini bungan jalan, yang berarti bagian dari doa keluarga, agar keduanya mampu membukakan jalan mudah menuju siwaloka.
Upacara ini bagian dari unggulan atraksi di ”Pulau Dewata”. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Yuniarta Putra mengatakan, atraksi budaya Bali belum tergantikan sebagai daya tarik wisatawan terutama asing. Beberapa agenda atraksi upacara yang tetap seperti upacara melasti menjelang hari raya Nyepi juga termasuk jadwal pariwisata.
Wisatawan tertarik karena prosesi itu menarik dan atraktif. Tak pelak, turis selalu mengabadikan prosesinya. Beberapa wisatawan asing memang terlihat mengikuti upacara ngaben, Sabtu. Sayang, mereka belum sepenuhnya memahami cara menghormati prosesi, di antaranya dari cara berpakaian.
”Di negara saya (Australia) tidak ada yang seperti ini, dan ini menjadi alasan mengapa saya suka ke Bali. Ini bukan pertama kali saya menyaksikan ngaben. Tetapi, ini pertama kali saya melihat prosesi ngaben yang mewah seperti ini,” ujar Smith, turis asal Australia.