KARANGASEM, KOMPAS — Jumlah pengungsi Gunung Agung, Bali, berkurang setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempersempit radius bahaya dari 8-10 kilometer menjadi 6 km sejak 4 Januari. Hingga Senin (15/1), pengungsi tercatat 47.186 orang dari sebelumnya sekitar 71.000. Meski berkurang, penanganan logistik masih belum maksimal.
Sejumlah pos pengungsian mengalami keterlambatan penerimaan logistik dari Pos Penanganan Kebencanaan Gunung Agung, Pelabuhan Tanah Ampo, Karangasem. Pengungsi mendapatkan jatah bahan pangan tujuh hari setelah pengajuan pengadaan dari setiap koordinator.
Koordinator pengungsian UPT Rendang, Wayan Ariawan, mengatakan, pihaknya berupaya maksimal dan sesuai prosedur pengajuan permintaan logistik. ”Seharusnya, pengungsi di UPT Rendang mendapatkan rutin empat hari dengan jumlah sesuai pengungsi yang terdaftar pada 7 Januari. Namun, pengungsi baru mendapatkan 14 Januari,” kata Ariawan di Rendang, kemarin.
Menurut dia, petugas logistik di Pos Tanah Ampo menyatakan, ada pergantian koordinator penanganan distribusi. Karena itu, pengiriman logistik terganggu.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali I Nyoman Wenten mengatakan, pihaknya telah meneruskan permintaan penambahan beras untuk pengungsi ke pusat sekitar pertengahan Desember, Pemkab Karangasem kekurangan beras cadangan. Karangasem mendapat 100 ton per bulan, tetapi habis pertengahan bulan. ”Kami yakin beras cadangan pusat siap mendukung kekurangan itu,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karangasem Ida Ketut Arimbawa belum dapat dikonfirmasi mengenai keterlambatan logistik.
Mengenai perkembangan vulkanologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi masih menetapkan status Gunung Agung adalah Awas. Peluang letusan dapat terjadi setiap saat karena magma di perut gunung terpantau aktif sekitar 500.000 meter kubik. Senin pukul 07.23 Wita, Gunung Agung erupsi dengan tinggi kolom abu sekitar 2.500 meter ke arah timur laut. (AYS)