SEMARANG, KOMPAS — Warga di Tuntang dan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Senin (15/1), kembali mempertanyakan kelanjutan proyek reaktivasi jalur kereta api Ambarawa-Tuntang-Kedungjati, sepanjang 37 kilometer yang kini mangkrak. Proyek reaktivasi itu dimulai 2015, dan telah membebaskan lahan serta meratakan jalur KA yang sudah mati sejak 42 tahun lalu. Bahkan, rel KA sudah terpasang sepanjang 1,2 km, dari Stasiun Kedungjati ke Tuntang, Kabupaten Semarang.
”Kapan pak, kereta api Kedungjati-Ambarawa beroperasi resminya. Kami sudah pengin bisa bepergian ke Ambarawa naik kereta api. Kok sekarang tidak ada lagi kabarnya?” ujar sejumlah ibu-ibu yang pulang dari pasar di Stasiun Kedungjati, Grobogan.
Menurut Jumiati (52), warga Desa Krakalan, Kedungjati, ia senang jika KA beroperasi lagi dari Kedungjati ke Ambarawa. Jika rute itu beroperasi lagi, dia bisa menjual hasil kerajinan ke Ambarawa, pusat wisata di Kabupaten Semarang.
Warga Tuntang, Riyanto (35), mengatakan, banyak warga merasa senang dengan upaya PT KAI menghidupkan kembali jalur rel KA Ambarawa-Kedungjati-Semarang. Dengan beroperasinya jalur itu, warga dimudahkan untuk bepergian tanpa mengandalkan angkutan bus.
Reaktivasi jalur KA Ambarawa-Tuntang dirintis semasa Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo pada Januari 2013. Kala itu, kesepakatan menghidupkan kembali jalur itu disepakati bersama oleh Pemprov Jateng, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT KAI (Persero) di Stasiun Ambarawa. Dalam kesepakatan itu, proyek senilai Rp 600 miliar itu, dibiayai PT KAI dan tugas Pemprov Jateng membebaskan lahan.
Penyusuran jalur rel KA Tuntang-Kedungjati yang dilakukan Kompas, menunjukkan hampir 95 persen, jalur rel kereta api, termasuk lahan sudah dibebaskan. Mengenai terhentinya proyek reaktivasi jalur KA tersebut, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Bagian Jawa Tengah PT KAI Yuwono Wiarco mengakui, proyek itu sementara dihentikan dulu. Namun, dia enggan menjelaskan penyebab utama tidak berlanjutnya proyek reaktivasi jalur legendaris itu. (WHO)