Pasokan Daging Ayam di Sidoarjo Berkurang akibat Harga Tinggi
Oleh
Runik Sri Astuti
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pasokan daging ayam di sejumlah pasar tradisional di Sidoarjo, Jawa Timur, mulai berkurang, bahkan tersendat. Akibatnya, banyak pedagang mengeluh tak bisa berjualan karena tidak ada barang sehingga harga berkisar Rp 36.000-Rp 40.000 per kilogram.
Pantauan di Pasar Taman Sepanjang, Selasa (16/1), pedagang ayam broiler mayoritas memilih tak berjualan. Mereka membiarkan bedak-bedaknya tutup tanpa aktivitas. Kandang ayam yang biasanya dipenuhi ayam hidup siap potong terlihat kosong.
Pedagang ayam Faisol mengatakan tak berjualan karena tidak ada barang untuk dijual. Pemasok dari Banyuwangi dan Probolinggo yang biasanya memasok kepada pedagang kehabisan stok ayam. Biasanya dia mampu menjual 50 kilogram per hari dalam kondisi normal.
Selain pasokan daging ayam terbatas, harga jual dari pemasok tinggi, di atas Rp 33.000 per kg. Harga yang tinggi dan terus bergerak naik membuat pedagang kesulitan menjual kepada konsumen sebab harga eceran mencapai Rp 40.000 per kg. Dengan harga itu, jumlah pembeli turun hingga 50 persen.
”Normalnya, harga daging ayam pada kisaran Rp 28.000-Rp 30.000 per kg. Pedagang kesulitan menjual ayam jika harga tinggi. Risiko merugi juga besar jika barang tidak habis,” ujar Faisol.
Kondisi serupa terjadi di Pasar Tebel Gedangan. Muryani, pedagang ayam, mengatakan, pemasok membatasi pembelian maksimal 65 kg per hari. Biasanya dia mengambil 80-100 kg per hari untuk dijual lagi di pasar tradisional pada pagi hari dan di pasar kaget kawasan perumahan pada sore hari.
Normalnya, harga daging ayam pada kisaran Rp 28.000-Rp 30.000 per kg. Pedagang kesulitan menjual ayam jika harga tinggi. Risiko merugi juga besar jika barang tidak habis.
Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional di Sidoarjo, lebih dari 200 pedagang tidak berjualan, Selasa. Selain pasokan susah, pedagang beralasan takut merugi apabila nekat berjualan karena jumlah pembeli turun drastis.
Selain itu, fluktuasi harga yang tinggi menyebabkan sulit untuk mengembalikan modal usaha.
”Hasil berjualan hari ini belum tentu cukup untuk modal membeli barang dagangan esok hari karena harganya sudah naik lagi,” ucap Imam, pedagang ayam di Pasar Sedati.
Produksi turun
Menurut Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Handayani, pasokan daging ayam di pasaran berkurang karena produksi turun. Penyebabnya, banyak ayam milik peternak mati karena serangan berbagai macam penyakit, seperti coccidiocis, serangan virus hepatitis yang belum ada vaksinnya, dan penyakit infectious bursal diseases atau penyakit gumboro.
”Serangan terjadi secara serentak di sentra-sentra peternak ayam broiler sehingga menyebabkan kematian hingga 80 persen dari total populasi yang dibudidayakan,” ujar Handayani.
Beragam penyakit ini menyerang ayam broiler usia 22-28 hari atau menjelang masa panen. Pemerintah melalui Dinas Peternakan Jatim sudah turun ke lapangan di sentra-sentra ternak ayam, seperti di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Tulungagung. Harapannya, serangan penyakit ini bisa segera tertangani.
Serangan terjadi secara serentak di sentra-sentra peternak ayam broiler sehingga menyebabkan kematian hingga 80 persen dari total populasi yang dibudidayakan.
Handayani menambahkan, untuk mengatasi berkurangnya pasokan daging ayam di pasar, pihaknya mengimbau masyarakat beralih pada sumber protein hewani lain, seperti bebek, burung dara, dan ayam kampung. Pasokan daging ayam kampung masih stabil karena ayam yang mengalami serangan penyakit seperti gumboro adalah jenis broiler atau pedaging.
”Upaya stabilisasi pasokan daging ayam broiler dengan operasi pasar sulit dilakukan sebab pasokan barangnya tidak ada,” ucap Handayani.
Tingginya harga daging ayam broiler juga dikeluhkan konsumen. Kenaikan harga daging ayam dari Rp 28.000 menjadi Rp 40.000 per kg menyebabkan pengeluaran atau alokasi belanja meningkat. Pelaku usaha kecil seperti pedagang warung makan siap saji dan usaha katering juga terpukul dengan kenaikan harga daging ayam yang tinggi.