La Nyalla, mantan Ketum PSSI, menugaskan Direktur Eksekutif Kadin Jatim Heru Pramono mengantarkan surat tak bisa memenuhi undangan Bawaslu Jatim. ”Pak La Nyalla sedang di luar kota untuk tugas organisasi,” ujar Heru di Sekretariat Bawaslu Jatim, Surabaya.
Anggota Bawaslu Jatim, Aang Kunaifi, mengatakan, undangan kepada La Nyalla untuk memberi klarifikasi terkait jumpa pers pada Kamis lalu di Jakarta. Saat itu, La Nyalla menyebut Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto meminta dana politik hingga Rp 170 miliar. Dana agar Gerindra memberi rekomendasi ke La Nyalla untuk menjadi balon gubernur. Namun, La Nyalla gagal mendapat rekomendasi.
Aang mengatakan, keterangan La Nyalla diperlukan sebab mengandung unsur delik aduan pidana. Keterangan dapat menjadi bahan untuk penyelidikan keterlibatan partai dalam politik uang terstruktur, sistematis, dan masif. Jika terbukti terlibat praktik pidana itu, pengurus partai bisa dituntut untuk mendapat hukuman penjara. Secara organisasi, partai bisa dihukum tidak menerima bantuan dana resmi dari pemerintah sampai dilarang mengajukan calon untuk pilkada sampai pilpres.
”Bawaslu berkepentingan untuk mendapatkan klarifikasi dari La Nyalla. Pemberitaan tentang dugaan mahar politik juga dapat menyudutkan pihak-pihak dalam hal ini Gerindra dan partai politik lainnya,” ujar Aang.
Mahar politik juga diduga terjadi di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Satu partai memasang tarif Rp 1,5 miliar sampai Rp 2,5 miliar, tergantung jumlah kursi yang dimiliki di DPRD. Tarif rata-rata per kursi adalah Rp 800 juta bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri menjadi wali kota Prabumulih.
Disampaikan tarif
TR Hulu, Senin, mengatakan, pada mulanya, dia menjajaki empat parpol dengan memaparkan sejumlah misi dan visi. Keempat partai tertarik. Hal inilah yang membuatnya yakin akan mendapatkan dukungan.
Namun, setelah pendaftaran, sejumlah oknum internal partai menawarkan tarif kepada dirinya. Tarif berkisar Rp 1,5 miliar- Rp 2,5 miliar. Tarif setiap partai berbeda tergantung jumlah kursi yang dimiliki di DPRD Kota Prabumulih. Namun, rata-rata satu kursi sekitar Rp 800 juta.
”Awalnya, saya memaklumi, karena memang sosialisasi membutuhkan biaya yang tak sedikit. Namun, dia tak menyangka tarif yang ditetapkan sedemikian besar,” ujarnya.
Akhirnya, dia memutuskan untuk membayar uang muka terlebih dahulu. Namun, secara sepihak dukungan itu tidak dia dapatkan malah partai tersebut lebih memilih calon dari petahana. Hal inilah yang membuat anggota DPRD Prabumulih periode 2009-2014 memilih untuk menggunakan jalur independen. Namun, dia pun tidak lolos verifikasi karena jumlah dukungan kurang dari 13.220 orang.
Di Pontianak, Ketua Banwas Kalbar Ruhermansyah, Senin, mengatakan, Bawaslu telah melakukan konsolidasi dengan sejumlah elemen, antara lain, masyarakat, penggiat antikorupsi, dan calon kepala daerah itu terkait dugaan mahar politik. Apabila ada calon kepala daerah yang merasa dirugikan dengan adanya mahar politik segera melapor kepada Bawaslu.
”Jika ada mohon dilaporkan, kami akan segera melakukan penyelidikan dan mengumpulkan fakta. Jika itu terjadi berdampak buruk bagi kualitas demokrasi di daerah,” katanya.
Namun, hingga kini belum ada laporan kepada Bawaslu. Desas- desus pun belum terdengar di Kalbar. Meski demikian, kewaspadaan tetap dilakukan.
Pakar politik Universitas Tanjungpura Pontianak, Jumadi, mengatakan, perlu penelusuran yang komprehensif untuk mengungkap praktik mahar politik. Diperlukan alat bukti yang kuat. Jika praktik mahar politik terjadi di daerah ada konsekuensi buruk bagi daerah. ”Calon mengeluarkan modal yang besar untuk mahar politik, maka saat menjalani kontestasi politik akan menghahalkan segala cara agar menang termasuk politik uang,” ujarnya. (BRO/RAM/ESA)