RANGKASBITUNG, KOMPAS - Pemilu kepala daerah yang diikuti calon tunggal menunjukkan kegagalan partai politik menyiapkan kader-kadernya.
Pilkada itu juga dinilai sebagai kegagalan partai menjaga sikap alaminya untuk berkompetisi dan optimistis untuk memenangkan persaingan.
Persoalan itu mengemuka pada diskusi publik bertema “Calon Tunggal: Maju Mundurnya Demokrasi” di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Rabu (17/1).
Di Lebak, hanya ada satu pasangan calon yang maju, yakni bupati petahana Iti Octavia Jayabaya yang berpasangan dengan Ade Sumardi.
Menurut salah satu pembicara, pembina Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu Eka Satya, calon tunggal menunjukkan dominasi aktor politik tertentu.
“Monopoli itu tak sehat. Kekuatan partai dibuat tergantung kepada elite tertentu. Rencana regulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencegah pasangan calon kepala daerah memborong dukungan partai, patut dikedepankan,” kata dia.
Pilkada serentak tahun 2018 di Banten akan diadakan di empat kabupaten/kota. Pemilu itu akan diselenggarakan di Kabupaten Lebak dan Tangerang serta Kota Serang dan Tangerang.
Hanya di Kota Serang, pilkada diikuti lebih dari satu pasangan. Sementara, di tiga kabupaten/kota lain, pilkada kemungkinan besar hanya diikuti satu pasangan.
Pembicara lainnya, pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Tangerang Agus Sutisna mengatakan, ketentuan mengikuti pilkada saat ini dinilai memberatkan pasangan perseorangan. Mereka harus mengumpulkan dukungan warga.
Jika pasangan itu belum bisa mengumpulkan dukungan sesuai jumlah yang disyaratkan hingga batas waktu, mereka diberi waktu untuk melengkapinya.
“Tapi, saat disusulkan, mereka harus menyerahkan dua kali lipat dari jumlah kekurangan dukungan tersebut. Itu berat,” ucapnya.