BANDA ACEH, KOMPAS Keterlibatan HU dan SY diketahui setelah polisi melakukan operasi ke lokasi tambang pada pekan lalu. Operasi digelar menyusul laporan warga bahwa aktivitas tambang ilegal kembali terjadi. Di lokasi tersebut ditemukan sejumlah alat berat milik HU.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Erwin Zadma, di Banda Aceh, Selasa (16/1), mengatakan, kedua tersangka ditahan pada Sabtu (13/1) setelah diperiksa di Polda Aceh. HU adalah pemodal pertambangan emas ilegal di Geumpang, sedangkan SY sebagai kaki tangan HU yang bertugas mengontrol pekerja lapangan.
Polisi juga menyita 60 gram emas yang diduga hasil tambang ilegal. ”Dari pengakuan tersangka, mereka sudah melakukan penambangan ilegal itu selama satu tahun. HU memiliki toko emas di Pidie. Sebagian emas yang dijual adalah hasil olahan dari tambang ilegal di Geumpang,” ujar Erwin.
Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Wilayah I Fajri mengakui adanya kerusakan hutan yang parah di Geumpang. Kerusakan bukan hanya karena hilangnya tegakan pohon, melainkan juga karena kerusakan struktur tanah. Sejauh ini masih ada warga yang menambang. Namun, intensitas mulai berkurang. ”Kami tetap melakukan pengawasan rutin,” ujar Fajri.
Ditolak
Di Jambi, jalur angkut batubara sepanjang 88 kilometer bakal membelah kawasan restorasi ekosistem Hutan Hujan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Rencana itu ditolak pengelola hutan dan koalisi masyarakat sipil. Alasannya, pembukaan jalur itu akan menghancurkan ekosistem hutan.
Hutan Harapan seluas 98.000 hektar dalam status pemulihan habitat atau direstorasi. Proyek restorasi bertujuan melindungi keberadaan ribuan spesies satwa dan flora di dalamnya.
Kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan sebagai habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik. ”Pembukaan jalan dalam hutan itu akan semakin mengganggu lalu lintas satwa liar, bahkan rentan mengakibatkan kematian satwa akibat ditabrak angkutan yang lalu-lalang melintasi jalur batubara,” tutur Dicky Kurniawan, aktivis lingkungan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Selasa (16/1).
Koaliasi masyarakat sipil beranggotakan KKI Warsi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan (YLBHL) Jambi, Welestra, Perkumpulan Gita Buana, Yayasan Mitra Aksi, dan Walhi Jambi. Head of Stakeholder Partnership Hutan Harapan Adam Aziz selaku pengelola hutan juga melakukan penolakan kepada perusahaan pengusul jalur batubara. Sikap itu disampaikan pula kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ”Kami berharap rencana pembangunan jalur batubara dibatalkan,” katanya.
Pelaksana Tugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Erizal mengatakan, pihaknya masih perlu mempelajari usulan itu. ”Saya belum dapat menyampaikan akan memberi rekomendasi setuju atau tidak,” ujarnya.
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan juga memastikan wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah tetap tidak bisa dieksploitasi meskipun sudah ada perusahaan pertambangan yang mengantongi izin operasi produksi di wilayah tersebut. Hal itu karena sampai sekarang pemerintah daerah setempat belum mengeluarkan izin analisis dampak lingkungan.
Rencana eksploitasi tambang di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, mencuat setelah keluar Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi pada 4 Desember 2017.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Ikhlas Indar dihubungi dari Banjarmasin, Selasa, mengatakan, perusahaan yang sudah mendapat izin operasi produksi tetap tidak boleh beroperasi sebelum mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari pemerintah daerah setempat. ”Izin amdal itu merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi perusahaan sebelum beroperasi. Sampai sekarang, kepala daerah Hulu Sungai Tengah tidak mengeluarkan izin amdal karena masyarakat setempat menolak kegiatan pertambangan. Dengan begitu, wilayah Hulu Sungai Tengah tetap tak bisa ditambang,” kata Ikhlas.
Menurut Ikhlas, SK Menteri ESDM yang diteken Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono tidak serta-merta membuat perusahaan pertambangan itu langsung bisa beroperasi. Sebab, masih ada tahapan yang harus dipenuhi perusahaan. ”Jika tidak juga mendapatkan izin amdal, mereka tidak bisa beroperasi,” ujarnya. Gerakan penolakan terhadap rencana itu juga terus menguat di Kalimantan Selatan. (AIN/ITA/JUM)