SEMARANG, KOMPAS — Masyarakat diminta mengenal dan memahami karakteristik kabar bohong atau hoaks (hoax) yang sering beredar melalui layanan pesan singkat di media sosial. Hal tersebut amat penting agar pemilih tidak mudah terprovokasi isu-isu sensitif selama masa Pilkada 2018.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Lukas Akbar Abriari mengatakan, kabar bohong umumnya menggunakan judul yang provokatif, cenderung berpihak pada salah satu kelompok, dan tidak disertai sumber informasi serta alamat situs yang jelas. Masyarakat jangan mudah memercayai data dan foto yang terdapat dalam tulisan.
”Fakta yang disajikan harus diverifikasi dan foto dicek keasliannya. Sebagian besar kabar bohong bersumber dari situs yang menggunakan webhosting gratis,” kata Lukas dalam sosialisasi pengawasan Pilkada 2018 yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu Jateng di Semarang, Kamis (18/1).
Penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta tahun lalu menjadi pelajaran berharga. Penyebaran kabar bohong berdampak buruk karena mengakibatkan kecemasan masyarakat, memunculkan kebencian dan permusuhan antarindividu, membunuh karakter seseorang, dan memicu disintegrasi bangsa. Karena itu, masyarakat harus menyaring sebelum menyebarkan informasi di sosial media.
Menurut Ketua Bawaslu Jateng Fajar Subkhi, kabar bohong dapat disebarluaskan oleh siapa pun, termasuk orang di luar Jateng. Mereka akan ”menggoreng” isu-isu sensitif di Jateng agar penyelenggaraan Pilkada 2018 tidak kondusif. Untuk itu, Bawaslu mengharapkan keterlibatan netizen dan awak media dalam mengawasi penyebaran kabar bohong.
”Netizen bisa melapor kemudian ikut memantau hasil pelaporan,” kata Fajar.
Personel pengawas Pilkada Jateng 2018 berjumlah 74.386 orang yang terdiri dari 3 pengawas provinsi, 105 pengawas kota/kabupaten, 1.719 pengawas kecamatan, 8.559 pengawas lapangan, dan 64.000 pegawas TPS yang akan dibentuk 23 hari sebelum penyelenggaraan pilkada. Sekitar 35.000 pengawas partisipatif juga akan ikut bergabung dari 35 kota/kabupaten di Jateng.
Satgas
Lukas mengatakan, kabar bohong dalam bentuk foto dan tulisan sangat dimungkinkan menjadi alat kampanye hitam selama masa Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Untuk itu, Polda Jateng membentuk Satgas Anti Black Campaign yang beranggotakan 30 polisi untuk memonitor penyebaran kabar bohong di media sosial.
”Metode melalui browsing internet dan mengawasi sejumlah situs dan grup yang berpotensi menyebarkan kabar bohong. Kinerja lebih pada kegiatan intelejen,” kata Lukas.
Temuan kampanye hitam diperoleh dari laporan masyarakat dan patroli siber. Jika kabar bohong bersumber dari akun resmi pasangan calon, akan dijerat hukuman sesuai UU Pilkada. Sementara kabar bohong dari akun tidak resmi akan dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE). Akun media sosial juga akan diblokir permanen.
Terkait pencocokan dan penelitian Ketua KPU Jateng Joko Purnomo menambahkan, proses itu akan berlangsung pada 20 Januari-18 Februari. Personel pencocokan dan penelitian berjumlah 92.894 orang yang terdiri atas PPDP, PPS, PPK, serta KPU kota/kabupaten dan provinsi. Saat ini daftar pemilih sementara berjumlah 27.088.592 orang, belum termasuk 1.451.268 pemilih muda.