Menikmati Jeda di Kaki Dempo
Dari tempat ini, pengunjung dapat menyaksikan hamparan kebun teh seluas 19.000 hektar yang menyelimuti kaki Gunung Dempo. Dari tempat ini pula pengunjung dapat menyaksikan keindahan Pagar Alam dari ketinggian.
Untuk tiba di Tugu Rimau, pengunjung harus melewati jalan sempit, berliku, dan terjal. Perjalanan harus dilakukan dengan hati-hati karena truk-truk lalu lalang mengangkut daun teh. Daun teh itu diangkut ke pabrik teh milik PTPN VII, tak jauh dari tempat pemetikan.
Untuk sampai ke Tugu Rimau, dari Palembang bisa naik bus dengan ongkos Rp 75.000. Bisa juga menyewa mobil dengan tarif Rp 350.000-Rp 400.000 per hari. Kalau mau duduk manis, bisa ikut tur dengan biaya Rp 700.000-Rp 800.000 per orang.
Siang itu, Maliana (48), warga Kecamatan Jarai, Kabupaten Lahat, bersama 12 anggota keluarganya menggelar tikar anyaman di pendopo Tugu Rimau. Lauk pauk yang dia bawa dari rumah dihidangkan. Tepat pukul 12.00, seluruh makanan pun terhidang. Maliana duduk bersila dengan keluarga menikmati makanan yang dibawa.
Suasana dingin saat itu terasa hangat dengan canda tawa dan obrolan ringan di antara mereka. ”Kami sengaja ke sini untuk liburan,” ujar perempuan yang sehari-hari berjualan sayur ini.
Mereka datang menggunakan mobil bak. Tiga orang duduk di depan, sisanya duduk di bak. Hujan rintik di sepanjang perjalanan tidak menjadi penghalang karena bak ditutup dengan terpal.
Marliana sengaja berlibur di hari itu, karena dia memprediksi pada liburan Natal dan Tahun Baru, akan lebih banyak lagi wisatawan yang datang. ”Kalau liburan akhir tahun atau Lebaran, jalan menuju Tugu Rimau akan macet parah. Itu yang kami hindari,” katanya.
Anita Caroline, penjual makanan di Tugu Rimau, menuturkan, saat liburan panjang, jumlah pengunjung mencapai 100-300 orang per hari. Jauh lebih banyak dibandingkan hari biasa yang hanya 30 orang. Di warung kecil berukuran 3 meter x 4 meter, Anita menyajikan makanan hangat, seperti pempek, model, tekwan, bakso bakar, jagung bakar, dan sejumlah makanan lain.
Tempat menginap
Anita mengatakan, bagi wisatawan yang ingin menginap, di sekitar gunung terdapat vila yang disewakan dengan beragam harga. ”Biasanya, menjelang Tahun Baru, vila di sekitar tempat ini penuh,” ujarnya. Pengunjung biasanya menyambut malam pergantian tahun dengan menyalakan kembang api di kawasan tugu.
Umumnya vila disewakan dengan harga Rp 700.000-Rp 1 juta per hari. Bisa juga memiliih menginap di salah satu dari sekitar lima hotel yang ada di kawasan itu yang bertarif Rp 250.000- Rp 300.000 per malam.
Keindahan alam tak hanya bisa dinikmati di Tugu Rimau. Di kawasan yang lebih rendah, sejumlah curug atau air terjun juga tak kalah memukau. Beberapa curug yang sudah dikenal antara lain Curug Embun, Curug Tujuh Kenangan, Curug Mangkok, dan Curug Tiga Panggung. Di kawasan ini, setidaknya ada 21 curug. Beberapa di antaranya dikelola oleh pemerintah kota ataupun secara swadaya oleh masyarakat.
Untuk tiba di lokasi Curug Tujuh Kenangan, misalnya, pengunjung harus melewati jalan setapak yang menanjak dan menurun dengan jarak sekitar 500 meter. Perjalanan menjadi mudah karena pengelola memasang bambu sebagai anak tangga.
Perjalanan semakin menyenangkan karena di sepanjang jalan menuju air terjun terhampar kebun kopi milik warga dan sejumlah tanaman hutan lain. Sebelum dijadikan tempat wisata pada tahun 2015, kawasan ini merupakan kawasan perkebunan warga.
Saat gemercik air terdengar merupakan tanda air terjun tak jauh lagi. Bebatuan besar bersanding dengan semak, paku-pakuan, dan bunga melengkapi keindahan air terjun. Keindahan ini mengundang wisatawan asing, seperti dari Perancis, Swedia, Amerika Serikat, Malaysia, dan Thailand, datang berkunjung.
Untuk menambah daya tarik curug, pengelola Curug Tujuh Kenangan, Fengki Delvian, bersama sejumlah rekan membangun rumah pohon sejak September lalu. Rumah pohon itu terbuat dari batang pohon mahoni sebagai penyangga dan akar tanaman kopi berusia lebih dari 50 tahun sebagai hiasan.
Sampai saat ini, ada lima rumah pohon yang ia bangun. ”Biasanya, setelah lelah berjalan, pengunjung akan beristirahat di rumah pohon,” ujarnya. Kenikmatan bertambah saat pengunjung disuguhi kopi hasil kebun petani sekitar.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Pagar Alam Syamsul Bahri Burlian menjelaskan, hingga akhir 2017, tercatat ada 244.042 wisatawan datang ke Kota Pagar Alam, meningkat dibandingkan tahun 2016 yang berjumlah 126.000 wisatawan.
Agrowisata
Saat ini, Pemkot Pagar Alam berupaya mengembangkan konsep agrowisata bagi masyarakat yang datang ke kaki Gunung Dempo. Di kawasan itu, warga menanam komoditas pertanian dataran tinggi, seperti salak, alpukat, jeruk, dan sayuran.
Kota Pagar Alam menjadi salah satu pusat agrobisnis Sumatera Selatan karena ditunjang oleh iklim dan kondisi tanah dengan tingkat kesuburan tinggi.
”Keunikan ini yang kami tawarkan kepada wisatawan,” kata Syamsul. Tahun 2018, Pemkot Pagar Alam menargetkan kunjungan wisatawan mencapai 250.000 orang.
Sejumlah pengembangan wisata tengah dilakukan. Saat ini sudah ada penerbangan langsung dari Palembang menuju Pagar Alam dengan maskapai penerbangan Wings yang hanya makan waktu sekitar 45 menit, sementara jalur darat perlu 8 jam.
Sayangnya, ketersediaan kamar penginapan di Kota Pagar Alam hanya sekitar 500 kamar. Jauh dari jumlah wisatawan yang datang saat liburan atau tahun baru yang bisa mencapai 3.000 orang per hari.
Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Selatan Irene Camelyn Sinaga mengatakan, keindahan alam Gunung Dempo menjadi salah satu daya tarik wisata di Sumsel. Dinas Pariwisata bekerja sama dengan penggiat media sosial untuk mempromosikan obyek wisata lewat Instagram, Facebook, dan media sosial lain untuk menarik wisatawan berkunjung.