PANGKALAN KERINCI, KOMPAS — Produksi serat rayon hingga 350.000 ton per tahun yang juga disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia menjadi target PT Asia Pacific Rayon (APR), perusahaan di grup bisnis Asia Pacific Resources International Limited (APRIL). Asia Pacific Rayon bakal memproduksi serat rayon di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyambut baik investasi PT APR tersebut. Produksi rayon hingga 350.000 ton per tahun akan menghemat pengeluaran negara dari impor 500 juta dollar AS per tahun.
”Dengan investasi Rp 12 triliun, industri ini sangat baik dan patut didukung pemerintah. Produksi rayon asal Riau ini akan memperkuat daya saing tekstil dan garmen nasional. Industri ini akan membuat Riau menjadi pusat produksi bubur kertas dan kertas sekaligus basis rayon kapasitas dunia,” ujar Airlangga dalam kunjungan ke pabrik rayon PT APR, Minggu (21/1).
Dalam kunjungan tersebut Airlangga didampingi Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Bupati Pelalawan HM Harris, dan Direktur APRIL Anderson Tanoto. Masih menurut Airlangga, kini Indonesia memiliki tiga industri rayon dengan kapasitas terpasang 565.000 ton per tahun. Seluruh bahan baku rayon itu masih diimpor dari luar negeri.
Direktur Operasional PT Riau Andalan Pulp and Paper Eduward Ginting menjelaskan, bahan baku rayon PT APR, yaitu bubur kertas, akan dipasok langsung dari PT RAPP. Perubahan dari bahan mentah bubur kertas menjadi rayon akan membuat nilai tambah yang sangat besar.
Rayon adalah serat alami dari tumbuhan yang berdaya serap dan punya sirkulasi udara lebih baik daripada bahan katun. Produk rayon dapat diaplikasikan ke berbagai industri, seperti bahan alas tidur, pakaian, handuk, tisu basah untuk bayi, masker, dan produk kebersihan.
Pasar kompetitif
Dalam perbincangan dengan Kompas, beberapa waktu lalu, Anderson mengatakan, pasar bahan tekstil masih bagus dan kompetitif. Jika dahulu standar kenyamanan pakaian dibuat 100 persen dari bahan kapas, kini sudah bergeser. Rayon termasuk salah satu bahan unggul dan banyak dipakai untuk pakaian dan berbagai kebutuhan.
”Sekarang baju yang nyaman dibuat dari rayon 45 persen, 35 poliester, dan 5 persen bahan spandek agar lentur. Itu tren ke depan,” ujar Anderson.
Harga produk bubur kertas saat ini hanya 500-600 dollar AS (per ton). Jika bahan mentah itu diubah menjadi kertas, nilainya naik menjadi 800 dollar AS. Adapun harga rayon mencapai 1.600 dollar AS per ton. Artinya, lanjut Anderson, nilai tambahnya dapat mencapai 1.000 dollar AS per ton.
Sekarang ini produksi bubur kertas (pulp) PT RAPP mencapai 2,8 juta ton per tahun. Sebanyak 800.000 ton diproduksi menjadi kertas. Sisanya, 2 juta ton, untuk keperluan ekspor. Nantinya, setelah pabrik baru beroperasi, 600.000 sampai 700.000 ton pulp akan diserap untuk bahan baku rayon. Secara otomatis, produksi ekspor pulp akan berkurang.
Pabrik rayon yang bakal mulai berproduksi pada pertengahan 2018 ini akan diperuntukkan bagi kebutuhan dalam negeri sebanyak 50 persen. Sisanya untuk ekspor ke negara-negara Asia.
Untuk kebutuhan listrik pabrik rayon, menurut Anderson, bukan masalah. Hal ini mengingat PT RAPP yang mulai beroperasi sejak 1996 sudah memiliki tujuh pembangkit listrik dengan bahan bakar biomassa berkapasitas terpasang 535 megawatt.
Sesuai pengamatan Kompas di lokasi, pabrik rayon PT RAPP saat ini sedang dalam penyelesaian pengerjaan fisik. Lokasi pabrik rayon persis bersebelahan dengan pabrik bubur kertas dan pabrik kertas. Dengan demikian, bahan baku bubur kertas hanya perlu dialirkan melalui pipa menuju pabrik rayon.
Direktur PT APR Thomas Handoko menambahkan, 100 persen bahan baku pabrik rayon terbesar RI itu, yakni bubur kertas, berasal dari tanaman berkelanjutan. Tanaman asal pasokan bahan baku itu bersertifikat internasional dan legal.
”Pabrik rayon kami akan mendukung industri tekstil domestik dan membuat daya saing Indonesia lebih kompetitif. Kami sangat berharap pabrik ini dapat berdampak positif secara ekonomi dan sosial bagi seluruh pihak, terutama masyarakat sekitar,” kata Thomas. (SAH)