Polair Polda Jatim Bersama Nelayan Gresik Tanam Mangrove
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·3 menit baca
GRESIK, KOMPAS — Direktorat Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah Jawa Timur, Satuan Kepolisian Perairan Kepolisian Resor Gresik, dan nelayan Manyar Komplek, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Selasa (23/1) menanam 1.000 bibit mangrove di bantaran Sungai Kalimireng, Desa Sidomukti, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Mereka juga membersihkan sampah sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Dalam kesempatan itu juga ada penyerahan bantuan jaket pelampung, senter, dan ban pelampung kepada nelayan.
Direktur Polair Polda Jatim Komisaris Besar Agusli Rasyid menilai mangrove perlu dilestarikan dan dikembangkan sebagai sumber penunjang hidup. Indonesia memiliki 25 persen mangrove dari seluruh dunia. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mencatat luasan ekosistem hutan mangrove mencapai 3,5 juta hektar tersebar di 257 kabupaten/kota di Indonesia.
Setiap tahun 6 persen hutan mangrove hilang atau rusak.
Sayangnya, laju kerusakan mangrove cukup memprihatinkan. Setiap tahun 6 persen hutan mangrove hilang atau rusak. Di utara pantai Jawa kini diperkirakan tinggal 10 persen hutan mangrove akibat eksploitasi tanpa memperhatikan kepentingan jangka panjang yang berkelanjutan.
Perkembangan penduduk dan perubahan tata guna lahan dengan konversi hutan mangrove secara berlebihan turut menyumbang penyebab kerusakan. Padahal hutan mangrove merupakan ekosistem esensial di dunia karena menyerap karbon dioksida lima kali lipat lebih baik dari hutan daratan.
Penghijauan atau penanaman kembali (reboisasi) merupakan salah satu upaya mengembalikan kondisi alamiah hutan mangrove yang rusak. ”Kami tidak ingin Kalimireng dan sungai-sungai di Gresik bernasib sama seperti Citarum di Jawa Barat yang dikenal dengan sebutan sungai paling kotor di dunia,” katanya.
Di utara pantai Jawa kini diperkirakan tinggal 10 persen hutan mangrove.
Ia menyebutkan, dari hulu hingga hilir Citarum sepanjang 279 kilometer mengalami pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sungai tersebut penuh bahaya limbah, mengalami sedimentasi tanah hingga penuh timbunan sampah. Saat ini DAS Brantas yang melintasi 15 kabupaten/kota di Jatim nyaris mengalami nasib serupa.
”Pemerintah dan masyarakat akan menanggung beban pemulihan setiap kerusakan lingkungan hidup,” ujarnya.
Menurut Agusli, pengelolaan dan pelestarian lingkungan merupakan kebutuhan mendesak dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Pengelolaan sampah perlu dilakukan komprehensif dan terpadu dari hulu hingga hilir agar memberi manfaat. Perilaku masyarakat perlu diubah agar peduli lingkungan.
Kepala Satuan Patroli Direktorat Kepolisian Perairan Polda Jatim Ajun Komisaris Besar Heru Prasetyo menambahkan, secara khusus penanaman mangrove penting untuk mencegah abrasi dan menjaga kelestarian lingkungan. Kawasan mangrove juga menjadi tempat hidup dan berkembang biaknya ikan, udang, dan kepiting. Jika mangrove terjaga, nelayan bisa lebih mudah mengais rezeki.
Ia menambahkan setiap orang bertanggung jawab untuk mengelola lingkungan karena problem lingkungan menjadi persoalan global. Namun, saat ini pembuangan sampah sembarangan terus berlangsung, termasuk pada musim hujan.
Tumpukan sampah memicu banjir karena bisa menyumbat dan menghambat aliran air. ”Mengubah perilaku masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan paling sulit, butuh pembinaan, pencegahan, dan penindakan,” ujarnya.
Ketua Ketua Kelompok Konservasi Mangrove Manyar Isharul Munir mengatakan, penanaman mangrove sangat bagus. Sebelumnya terjadi penebangan mangrove untuk proyek pergudangan dan industri di Manyar. ”Semakin banyak pihak yang peduli lingkungan dengan menanam mangrove, semakin sangat menyenangkan,” ujarnya.