MEDAN, KOMPAS — Sejumlah asosiasi nelayan di Sumatera Utara menyesalkan sikap pemerintah yang mengizinkan kembali penggunaan alat tangkap cantrang tanpa regulasi, batas waktu, dan zonasi yang jelas. Beberapa tahun ini nelayan di Sumut telah berjuang menyetop penggunaan cantrang. Banyak jenis ikan yang sebelumnya hilang muncul lagi sejak penggunaan cantrang dilarang.
”Namun, ratusan kapal dengan alat tangkap cantrang kembali melaut di pantai timur Sumut sejak Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali mengizinkan cantrang 16 Januari lalu,” kata Ketua Aliansi Nelayan Sumatera Utara Sutrisno di Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Medan, Kamis (25/1).
Menurut Sutrisno, para nelayan yang memprotes pelarangan cantrang adalah nelayan di pantai utara Jawa. Di Sumut, hampir seluruh nelayan tradisional mendukung larangan penggunaan cantrang. Para nelayan tradisional di Sumut bahkan ikut berpatroli menangkap kapal cantrang. Kapal cantrang yang masih beroperasi di Sumut, kata Sutrisno, adalah milik pengusaha besar.
Menurut Sutrisno, pelarangan cantrang sulit diterapkan karena pemerintah tidak serius menjalankan tahapan pelarangan mulai dari sosialisasi, pendataan, penggantian alat, hingga penindakan. Seharusnya, Januari ini sudah tahap penindakan. Ia juga menyesalkan pernyataan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian yang melarang aparatnya menindak kapal cantrang.
Sekretaris Masyarakat Nelayan Tradisional Kabupaten Batubara Zulkifli Sitohang mengatakan, di daerahnya saat ini ada sekitar 20.800 nelayan tradisional dengan kapal berbobot di bawah 10 gros ton dan hampir seluruhnya menggunakan alat tangkap jaring biasa. ”Sementara, yang menggunakan cantrang hanya enam pengusaha yang memiliki 1.100 kapal. Satu pengusaha punya 100-300 kapal berbobot 30 gross ton,” katanya.
Zulkifli mengatakan, sejak cantrang beroperasi di Batubara, tangkapan nelayan berkurang dan pendapatannya sekitar Rp 60.000 sekali melaut. Berbagai jenis ikan, seperti ikan kerupuk seng, buntal, dan kambing-kambing tidak pernah lagi muncul. ”Di perairan Batubara hanya ada ikan lidah, gembung, dan sedikit udang,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Merdeka Kabupaten Serdang Bedagai Muhammad Yamin mengatakan, saat ini, hampir tidak ada lagi kapal dengan alat tangkap cantrang yang beroperasi di perairan mereka. Sebelumnya, ada sekitar 50 kapal cantrang. ”Kami beberapa kali menangkap bahkan membakar kapal cantrang. Sekarang pemilik kapal cantrang tidak berani lagi masuk ke Serdang Bedagai,” kata Yamin. (NSA)