BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Pusat Statistik Lampung mencatat, Kota Bandar Lampung mengalami inflasi 1,42 persen pada Januari 2018.
Tingkat inflasi di Bandar Lampung menjadi yang tertinggi dibandingkan 78 kota lain yang juga mengalami inflasi di Indonesia. Faktor utama pemicu inflasi adalah kenaikan harga pangan.
Hal itu terungkap dalam paparan hasil survei perkembangan inflasi di Kota Bandar Lampung per Januari 2018 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, Kamis (1/2).
”Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,64 persen. Komoditas yang dominan memicu inflasi, di antaranya, beras dan cabai merah,” kata Kepala BPS Lampung Yeane Irmaningrum.
Bahkan, kata Yeane, inflasi pada Januari 2018 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan periode yang sama lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan harga pangan yang cukup signifikan, khususnya beras.
Berdasarkan hasil survei BPS, harga beras medium naik Rp 1.200 per kilogram dalam dua bulan terakhir. Pada Desember 2017, harga beras medium berkisar Rp 8.200-Rp 9.500 per kg. Pada Januari 2018, harga beras medium melonjak menjadi Rp 10.000-Rp 11.500 per kg. Adapun harga beras premium naik dari Rp 10.500 menjadi Rp 12.500 per kg.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Lampung Bambang Widjanarko mengatakan, kenaikan harga pangan juga memicu penurunan nilai tukar petani. Pada Januari 2018, nilai tukar petani turun dari 107,35 menjadi 105,98.
Penurunan nilai tukar terbesar dirasakan petani perkebunan rakyat dan holtikultura. Artinya, penghasilan rumah tangga petani lebih kecil dibandingkan penyaluran per bulan.
”Ini terjadi karena harga hasil perkebunan dan holtikultura tidak mengalami kenaikan, sedangkan harga beras yang menjadi kebutuhan pokok petani justru meningkat,” katanya.
Bambang menambahkan, inflasi yang cukup tinggi juga berpotensi memicu peningkatan jumlah warga miskin di Lampung.
”Saat harga beras naik, rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan berpotensi masuk dalam zona miskin. Untuk itu, pemerintah harus menjaga stabilitas harga pangan, khususnya beras,” kata Bambang.
Pemerintah diminta pempercepat penyaluran bantuan sosial beras sejahtera untuk warga miskin. Hal itu diharapkan mampu menekan laju inflasi di tengah kondisi melonjaknya harga beras saat ini.
Terkait hal itu, Zufrianto Ali Sahroni dari Bidang Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial Provinsi Lampung mengatakan, per Januari 2018, realisasi penyaluran bansos rastra baru mencapai 20 persen. Ke depan, pihaknya berkomitmen mengatasi kendala teknis agar penyaluran rastra bisa lebih cepat.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Lampung, Marselina Jayasinga, berpendapat, pemerintah perlu membuat regulasi untuk memastikan stok beras di Lampung mencukupi. Salah satunya dengan membuat peraturan daerah terkait perdagangan gabah atau beras ke luar Lampung.
”Pemerintah harus terlebih dahulu mengamankan stok beras untuk masyarakat Lampung. Kalau stok sudah mencukupi, beras baru boleh dijual ke luar daerah,” katanya.
Selama ini, harga beras yang lebih tinggi di Jawa membuat beras yang dihasilkan petani di Lampung banyak dijual ke luar daerah. Akibatnya, stok beras untuk Lampung menipis.