Petani Diarahkan Terapkan Sistem Berkelanjutan
MALANG, KOMPAS - Petani kopi robusta di Malang, Jawa Timur, diarahkan untuk melakukan pola pertanian berkelanjutan guna meningkatkan pendapatan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Selama ini, sebagian besar petani masih menerapkan pola lama yang masih apa adanya.
Pertanian berkelanjutan sendiri merupakan sistem budidaya kopi yang baik mulai dari pengolahan tanah, pembibitan, perawatan, hingga panen, dan pascapanen.
Semua proses itu harus sesuai standardisasi kurikulum nasional kopi robusta yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dan Organisasi Platform Kopi Nasional (SCOPI).
Saat ini sudah ada 7.400 petani di empat kecamatan penghasil utama kopi robusta di Malang, yakni Ampelgading, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit (Amstirdam) yang mendapat pelatihan budidaya kopi berkelanjutan melalui program kerjasama lembaga nonprofit Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) dan pabrik sekaligus eksportir kopi di Dampit PT Asal Jaya.
Karsi (65) salah satu petani di Desa Bumirejo, Kecamatan Dampit, mengatakan, ia dan 32 orang anggota kelompoknya telah mencoba menerapkan pola pertanian berkelanjutan.
Selain pengolahan lahan, ia juga memanfaatkan tanaman sela seperti jahe, pisang, serta lebah madu dan kambing di lahan kopi.
"Semua disinergikan sehingga ada nilai lebih yang saya peroleh, tidak hanya pendapatan dari penjualan biji kopi tetapi juga penjualan hasil tanam yang lain," ujar Karsi di sela-sela Rapat Strategis tim IDH di kebun kopi miliknya, Kamis (1/2).
Menurut Karsi manfaat langsung yang didapat oleh petani terkait dengan pendapatan. Ia mencontohkan, pendapatan kotor yang diperoleh dalam setahun terakhir mencapai Rp 76 juta.
Dari jumlah tersebut Rp 38 juta diperoleh dari kopi dan siasanya oleh penjualan tanaman sela, seperti jahe, pisang, dan madu.
Diakui bahwa diversifikasi tanaman--yang juga bagian dari pertanian berkelanjutan--mampu memberikan nilai tambah bagi petani di saat produksi kopi turun akibat cuaca.
Sepanjang tahun 2017 produksi kopi dampit turun rata-rata menjadi 750 kwintal dari biasanya di atas 1 ton. Saat ini harga kopi di tingkat petani Rp 27.000-Rp 28.000 per kilogram.
Petugas Penyuluh Lapangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Malang untuk wilayah Kecamatan Dampit, Jajang Somantri, mengatakan, pihaknya menargetkan ada 15.000 petani yang menerapkan pertanian berkelanjutan pada 2020 nanti dengan luas lahan mencapai 12.000 hektar.
"Saat ini pelatihan-pelatihan kepada petani melalui master trainer (MT) terus dilakukan. Mereka akan menukarkan ketrampilan yang didapat kepada petani lain," ucap Jajang yang juga menjabat sebagai koordinator MT Nasional.
Disinggung soal kendala, menurut Jajang para petani butuh proses sebelum mereka menerapkannya secara penuh. "Karena konsep ini masih relatif baru maka mereka perlu proses. Namun rata-rata mereka menerima karena tahu ini positif," katanya.
Senior Coffee and Cococ Program Manager Indonesia IDH Imam Suharto mengatakan setelah mengolah lahan dan merawat tanaman, masalah lain yang dihadapi oleh petani adalah soal pasar.
Bagaimana para petani mengorganisasi diri dan berhubungan dengan pasar yang punya visi sama, yakni berkelanjutan dan adil.
Kurikulum pelatihan yang diberikan kepada petani sendiri merupakan hasil kerjasama SCOPI dengan kementerian pertanian dan IDH.
"IDH berperan dalam pengetahuan dan pembiayaan bersama pihak swasta. Ini sebenarnya upaya dari publik dan pengambil kebijakan dalam mewujudkan kopi berkesinambungan," ujarnya.
Dampit dan sekitarnya merupakan salah satu daerah penghasil kopi robusta terbesar di Jawa Timur. Dibandingkan daerah dengan penghasil kopi robusta lainnya di Indonesia, seperti Lampung, kopi Dampit punya posisi terbaik.
"Kopi ini tumbuh di daerah cukup kering. Ini jadi kelebihan tersendiri," ujar Imam.