16 Pegawai Kementerian PUPR Diperiksa
JAYAPURA, KOMPAS — Polisi memeriksa 16 pegawai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait proyek pembangunan 135 unit rumah tipe 36 di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, tahun 2016. Proyek senilai Rp 36 miliar ini merupakan bagian dari Program Sejuta Rumah Presiden Joko Widodo.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Edi Swasono di Jayapura, Kamis (1/2), mengatakan, 16 saksi tersebut memiliki sejumlah peran dalam proyek di daerah Onggari dan Sota, Merauke itu. Pegawai-pegawai tersebut, antara lain, berperan sebagai kuasa pengguna anggaran, bendahara, panitia lelang, dan pejabat pembuat komitmen kerja.
Pembangunan rumah tipe 36 di Kampung Onggari, Distrik Malind, sebanyak 70 unit, sedangkan di Distrik Sota 65 unit. Baru 40 warga yang tinggal di rumah- rumah di Onggari. Sementara rumah di Sota belum ditempati warga karena belum dilengkapi sejumlah fasilitas umum.
Dalam dokumen kontrak kerja, jangka waktu pengerjaan proyek ini selama 90 hari, yang dimulai sejak Oktober hingga Desember 2016. Namun, dari temuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, proyek ini belum selesai.
”Tim kami telah memeriksa 16 saksi, Kamis ini, di Jakarta. Sementara kontraktor dari PT Banua Waerano dan PT Algimar juga telah diperiksa,” kata Edi.
Ia mengatakan, ada temuan pengerjaan oleh subkontraktor dalam proyek pembangunan 135 unit rumah di Onggari dan Sota. Padahal, hanya kontraktor selaku pemenang tender yang dapat mengerjakan proyek ini.
”Diduga, banyak pihak sub- kontraktor yang terlibat di proyek ini. Ketika mereka tak mendapat anggaran dari kontraktor selaku pemenang tender, pembangunan rumah dihentikan. Padahal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) telah mencairkan seluruh dana proyek itu,” kata Edi.
Robi Mahuse (40), salah seorang warga Onggari yang dihubungi dari Jayapura, mengungkapkan, ia belum menempati rumah tersebut. ”Kami berharap segera menempati rumah yang disediakan pemerintah pusat melalui program sejuta rumah. Sebab, warga selama ini menempati rumah nonpermanen dengan dinding kayu dan atap dari ilalang,” kata Robi.
Ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR R Endra Saleh Atmawidjaja membenarkan adanya 16 pegawai kementerian tersebut yang sedang dimintai keterangan oleh polisi. ”Kasus sedang ditangani Polda Papua. Tahapannya masih penyelidikan,” kata Endra.
Disesalkan
Anggota DPRD Provinsi Papua, Thomas Sondegau, sangat menyesalkan munculnya dugaan pelanggaran hukum dalam pembangunan rumah tipe 36 di Merauke. Hal itu ironis, karena Program Sejuta Rumah sangat penting untuk memberikan rumah layak huni bagi masyarakat kalangan bawah.
”Kami sangat mengapresiasi hadirnya program ini di tanah Papua. Seharusnya, kementerian terkait bisa memantau proses pembangunan rumah di lapangan, bukan menyalurkan dana saja,” kata Thomas.
Ia menyatakan DPRD Papua akan menerjunkan tim untuk melihat lokasi pembangunan 135 rumah di Onggari dan Sota. ”Tim ini akan melihat kendala-kendala yang menghambat pembangunan rumah di dua titik tersebut. Kami juga akan berdiskusi dengan warga setempat,” ujarnya.
Legislator asal Kabupaten Intan Jaya ini pun berharap polisi tidak menerapkan ”tebang pilih ” jika ditemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
Sebelumnya, dalam pemberitaan di kompas.id, 9 Oktober 2017, Direktur PT Bambapuang Perkasa Amrullah Amir telah melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua terkait terhentinya proyek itu.
Amrullah mengatakan, PT Bambapuang Perkasa selaku pihak subkontraktor ditunjuk PT Banua Rano dan Kementerian PUPR mengerjakan pembangunan 70 unit rumah di Onggari sejak 27 Juli 2016.
”Dalam dokumen kontrak, seharusnya proyek pembangunan 70 unit rumah tersebut diselesaikan selama 90 hari, atau Desember 2016, dengan nilai anggaran Rp 12,8 miliar. Ternyata hingga kini proyek itu belum selesai karena masalah dana,” kata Amrullah. (FLO/NAD)