JAYAPURA, KOMPAS — Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua akan menyelidiki indikasi penggelembungan harga material dalam proyek pembangunan 135 unit rumah tipe 36 di Kabupaten Merauke.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Komisaris Besar Edi Swasono di Jayapura, Jumat (2/2), mengatakan, dugaan penggelembungan harga terlihat dari proyek yang belum selesai dikerjakan. Padahal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) telah mencairkan seluruh dana proyek senilai Rp 36 miliar.
"Kami akan melihat kualitas bahan baku yang digunakan," kata Edi.
Pembangunan rumah di Kampung Onggari, Distrik Malind, ada 70 unit dan di Distrik Sota ada 65 unit. Namun, baru 40 keluarga menempati rumah di Onggari. Sementara rumah di Sota belum ditempati karena belum dilengkapi sejumlah fasilitas umum.
Kontraktor yang mengerjakan kedua proyek adalah PT Banua Waerano dan PT Algimar. Proyek ini merupakan bagian dari Program Sejuta Rumah Presiden Joko Widodo.
Dalam dokumen kontrak kerja, jangka waktu pengerjaan proyek selama 90 hari, yakni Oktober-Desember 2016. Namun, berdasarkan temuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, proyek itu belum selesai.
Ada sejumlah perusahaan yang menjadi subkontraktor dalam pengerjaan proyek.
Anggota DPRD Provinsi Papua, John Gobay, menyatakan, "Meski Program Sejuta Rumah bersumber dari APBN, pemda harus berkontribusi untuk pengawasan pelaksanaan proyek. Sebab, masyarakat yang akan menikmati dampak dari program ini," kata John.
Tetap dibangun
Kementerian PUPR memastikan proyek pembangunan rumah khusus di Merauke tetap berjalan sembari dilakukan pemeriksaan terhadap 16 pegawai Kementerian PUPR oleh kepolisian. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) akan mengawal agar proyek itu selesai tahun ini.
"Saya minta proyek tetap jalan hingga selesai dan kita minta APIP untuk mengawal," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Jumat, di Jakarta.
Proyek itu masuk tahun anggaran 2016. Namun, menurut Basuki, proses pembangunan tidak lancar karena harus berpindah lokasi hingga delapan kali akibat penolakan dari masyarakat. Karena itu, belum semua rumah selesai dibangun.
Ke-16 pegawai itu merupakan bagian dari satuan kerja (satker) proyek rumah khusus. Permasalahan bukan pada anggota satker, melainkan antara kontraktor utama dan subkontraktor. "Uang sudah ada di kontraktor utama dan uang itu untuk menyelesaikan proyek," kata Basuki.