AGATS, KOMPAS — Pemerintah diharapkan segera membenahi ketersediaan layanan kesehatan, terutama di kampung-kampung Kabupaten Asmat. Petugas kesehatan diminta proaktif. Dengan demikian, kejadian luar biasa campak dan gizi buruk tidak terulang.
”Dari hasil kunjungan kami ke beberapa kampung di Asmat, puskesmas pembantu (pustu) di kampung-kampung banyak yang tidak ada petugasnya. Pustu kosong dan bangunannya rusak,” kata seorang relawan dari Ikatan Dokter Indonesia, dr Halik, Sabtu (3/2).
Ke depan, layanan kesehatan itu hendaknya tersedia. Apalagi, potensi kembali munculnya berbagai penyakit cukup besar. Dari pemantauan di lapangan, anak-anak yang baru beberapa hari keluar dari rumah sakit dan kembali ke kampung sudah dibawa orangtuanya ke hutan untuk mencari makanan berhari- hari. Padahal, seharusnya anak- anak itu beristirahat setidaknya seminggu atau dua minggu.
”Dari 12 anak di Kampung Katew yang selesai menjalani perawatan di RSUD Agats dan dipulangkan ke kampung, kami hanya bisa menemui delapan anak di kampung. Selebihnya tidak ditemukan karena dibawa oleh orangtua ke hutan,” ujar Halik.
Tim relawan beberapa waktu lalu masuk ke Kampung Katew untuk memastikan kondisi pasien yang sudah pulang ke kampung.
Petugas kesehatan diharapkan proaktif dengan mendatangi warga. Bahkan, kalau bisa petugas datang ke lokasi kerja mereka meskipun itu menjadi tantangan tersendiri.
”Apalagi ada ibu hamil yang tidak tahu usia kandungan mereka. Dengan tidak mengetahui usia dan kondisi kandungan, bisa saja ibu melahirkan di hutan dan tidak mendapat layanan kesehatan. Hal ini memengaruhi kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan,” papar Halik.
Tanpa informasi
Warga tak ada yang memiliki Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA). Buku itu berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin, dan nifas) dan anak (bayi baru lahir sampai anak usia enam tahun) serta berbagai informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak. Setiap ibu hamil seharusnya mendapat satu Buku KIA sebagai alat bantu untuk mengontrol kesehatan mereka.
Dengan kondisi medan yang berat, petugas kesehatan perlu mengoptimalkan peran kader kesehatan atau tokoh di kampung untuk menjembatani petugas dengan masyarakat. Hal itu penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan memberi pemahaman tentang kesehatan kepada mereka.
Direktur RSUD Agats Riechard Mirino menuturkan, anak-anak sering dibawa ke hutan oleh orangtuanya. Akibatnya, imunisasi yang dilakukan sering tidak mencapai target. Saat ada jadwal imunisasi, warga sedang tidak ada di rumah meskipun petugas sudah datang ke kampung.
Saat sakit parah, anak baru dibawa ke puskesmas terdekat. Ketika tidak tertangani di puskesmas, mereka baru dibawa ke RSUD Agats. Itu pun banyak yang kondisinya sudah parah saat tiba di RSUD Agats, seperti yang terjadi beberapa minggu lalu.
Bahkan, di Distrik Agats yang merupakan ibu kota Kabupaten Asmat, layanan kesehatan tidak memadai. Kepala Kampung Yepem, Distrik Agats, Leonardus mengatakan, sudah hampir setahun petugas kesehatan tidak ada di tempat. Warga menjadi sulit jika ingin berobat dan tidak ada yang membimbing warga untuk menjalani pola hidup sehat.
”Saya berharap, ke depan, petugas kesehatan di sini lebih dari satu orang. Kalau hanya satu orang, pelayanannya tidak optimal. Apalagi sudah lama tidak di tempat. Kami juga berharap ada pendampingan setiap bulan. Saat selesai pengobatan harus selalu dibimbing,” ujar Leonardus.
Perlu terintegrasi
Komandan Satgas Kejadian Luar Biasa Asmat Brigadir Jenderal Asep Setia Gunawan dalam rapat evaluasi mengatakan, perlu langkah terintegrasi untuk perbaikan kehidupan masyarakat Asmat. ”Perlu langkah terintegrasi dari berbagai kementerian dan lembaga untuk mengatasi,” kata Asep.
Data dari posko induk di Agats, hingga Sabtu, jumlah pasien yang dirawat di RSUD Agats berjumlah 25 orang. Dari jumlah itu, empat pasien terkena campak, 19 pasien mengalami gizi buruk, dan dua pasien menderita anemia. (ESA)