BOJONEGORO, KOMPAS — Warga Bojonegoro, Tuban, sebagian Nganjuk dan Ngawi, Jawa Timur, serta Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, bisa mengurus paspor di Unit Kerja Kantor atau UKK Imigrasi Kelas I Tanjungperak Surabaya di Jalan Pattimura, Bojonegoro, sejak 1 Februari 2018.
Kantor UKK Imigrasi itu telah diresmikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly didampingi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Bupati Bojonegoro Suyoto, dan Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie pada Sabtu (3/2/2018).
UKK Imigrasi itu memiliki kapasitas melayani pengurusan 150-200 paspor per hari. Perkembangannya akan terus dievaluasi jika permintaan paspor meningkat, statusnya bisa ditingkatkan menjadi Kantor Imigrasi Kelas II.
Yasonna menyatakan, keberadaan UKK Imigrasi bisa melayani hingga lima kabupaten terdekat. Terobosan itu merupakan bentuk upaya membantu pelayanan masyarakat hasil sinergitas pemerintah pusat dan daerah.
”Kami senang karena Bupati Bojonegoro mau memfasilitasi berdirinya UKK Imigrasi di Bojonegoro, termasuk aset tanah dan gedung, serta memperbantukan pegawainya,” katanya.
Kantor UKK Imigrasi Bojonegoro diharapkan juga bisa dibuka di daerah lainnya dengan difasilitasi pemerintah daerah setempat.
Dirjen Imigrasi saat ini hanya memiliki 125 kantor dari 415 kabupaten/kota di Indonesia. Pendirian UKK Imigrasi di Bojonegoro sangat membantu kinerja keimigrasian.
Setelah kebijakan bebas visa, Dirjen Imigrasi tidak lagi memperoleh penerimaan negara bukan pajak. Potensi pendapatan yang hilang mencapai Ro 1,3 triliun dihitung dari biaya visa 35 dollar AS atau sekitar Rp 400.000 per orang.
”Ini berdampak pada perencanaan penambahan kantor imigrasi di daerah,” kata Yasonna.
Menurut dia, hadirnya UKK Imigrasi di Bojonegoro juga untuk menyambut munculnya kelas menengah baru, dan tingginya minat masyarakat untuk umrah yang terus meningkat.
Hadirnya UKK hanyalah satu terobosan selain dengan layanan imigrasi dengan mobil keliling, seperti di Jakarta, juga pengurusan paspor sistem dalam jaringan.
Ia menilai keberadaan UKK Imigrasi di Bojonegoro menjadi penting, apalagi di daerah itu ada pekerja asing, termasuk di sektor minyak dan gas.
Pihaknya mengapresiasi kerja sama urusan keimigrasian dengan Pemkab Bojonegoro. Kini warga Bojonegoro dan sekitarnya tidak perlu ke Surabaya atau Madiun berkat sinergi pusat dan daerah.
”Bojonegoro-Surabaya ditempuh selama 3 jam sekali perjalanan. Jika ditambah antrean 2 jam dan 3 jam perjalanan pulang, masyarakat kehilangan waktu 8 jam untuk mengurus paspor. Hilangnya waktu bekerja itu merugikan rakyat. Hadirnya UKK mendekatkan layanan dan memudahkan warga. Ini memangkas waktu serta mengurangi komplain dan penumpukan antrean paspor,” katanya.
Menurut Asman Abnur, keberadaan UKK Imigrasi di Bojonegoro akan memudahkan masyarakat, apalagi bayi pun butuh paspor.
Menurut dia, itu bagian dari terobosan atau inovasi bidang pelayanan pengurusan paspor. Munculnya kelas ekonomi menengah baru harus diantisipasi, apalagi ada fenomena masyarakat hobi jalan-jalan ke luar negeri.
Saat ini status pegawai UKK Imigrasi Bojonegoro masih meminjam pegawai Pemkab Bojonegoro. Nantinya akan ada tambahan pegawai sesuai beban kerja atau perkembangan pemohon paspor.
Harapannya, UKK Imigrasi Bojonegoro lebih bermanfaat bagi masyarakat. ”Saya mengingatkan aparatur sipil negara harus mengutamakan pendekatan hospitality atau pelayanan. Jangan ada lagi hanya datang ke kantor tetapi tidak jelas apa yang dilakukan,” kata Asman.
Bupati Bojonegoro Suyoto menyebutkan, saat ini ada 20 pegawai Pemkab Bojonegoro yang diperbantukan di UKK Imigrasi. Gedung dan bangunannya berada di eks kantor dinas kehutanan dan perkebunan (dishutbun). Pembangunan gedung dan pengadaan peralatan menelan dana Rp 5 miliar.
Kantor seluas 2.054 meter persegi itu dibangun dengan dana dari Perubahan APBD 2017. Pembangunan gedung A dengan merehab eks gedung dishutbun menelan Rp 1,537 miliar dan pembangunan gedung B Rp 2,574 miliar. Total pagu anggaran fisik Rp 4,111 miliar.