Keluarga Lansia yang Tewas di Rumahnya Cenderung Tertutup
Oleh
Regina Rukmorini
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Keluarga Sukardjo (70) dan Surati (60), pasangan lansia yang ditemukan tewas di rumahnya di RT 003 RW 012 Dusun Sanggrahan, Desa Mungkid, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, cenderung tertutup.
Selain tidak pernah menceritakan perihal keluarga kepada lingkungan sekitar, pasangan suami-istri itu tidak pernah melibatkan tetangga atau orang lain dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari.
Sifat tertutup ini makin terasa karena anak-anaknya pun tidak pernah menjalin relasi dengan lingkungan sekitar.
Yoyok (43), seorang warga Dusun Sanggrahan, mengatakan, sifat tertutup dari keluarga pasangan tersebut sudah muncul sejak keluarga itu tinggal di kompleks perumahan karyawan pabrik kertas Blabak.
Yoyok yang sempat bertetangga di perumahan mengatakan, dahulu Sukardjo pun relatif kurang ramah dengan tetangga. Sebagai contoh, Sukardjo menolak dan mengusir anak-anak yang meminta jambu di rumahnya.
Anak-anak Sukardjo adalah anak-anak yang kurang bergaul dengan lingkungan sekitar dan lebih suka menghabiskan waktu di rumah.
Seusai sekolah, mereka tidak sering bermain dengan anak-anak lain di kompleks dan kurang membaur.
Begitu pindah ke daerah perkampungan di Dusun Sanggrahan, sikap Sukardjo mulai berubah. Dia lebih terbuka, sering mengikuti kegiatan di masjid dan kegiatan di kampung, bahkan sempat menjadi ketua RT 2.
Namun, dia tetap menjaga jarak dan tidak pernah menceritakan segala hal menyangkut keluarganya kepada tetangga sekitar.
Perilaku tiga anaknya tidak pernah berubah. Sekalipun meninggalkan orangtuanya tinggal berjauhan di desa, tidak ada satu pun anaknya yang berupaya menjalin relasi dengan warga atau mencari tenaga dari lingkungan sekitar untuk dimintai bantuan menjaga orangtuanya.
Puncak dari sikap yang enggan membaur ini, menurut dia, terlihat saat tiga anak tersebut datang setelah Sukardjo dan Surati meninggal.
”Pada Jumat (2/2) kemarin, anak-anak Pak Sukardjo membuat tahlilan, tetapi tak satu pun dari warga di sini yang diundang untuk hadir,” ujar Mamung (35), warga lainnya.
Setelah pemakaman Sukardjo dan Surati, mereka sempat masih menghabiskan waktu di rumah di Dusun Sanggrahan. Namun, sisa waktu tersebut tidak dimanfaatkan untuk bersilaturahim dengan tetangga. Mereka hanya sibuk berkumpul sendiri di rumahnya.
”Mereka bahkan tidak tersenyum atau menyapa warga lain saat mereka berjalan kaki melewati tetangga,” ujarnya.
Tetap perthatian
Kendati demikian, Yoyok mengatakan, warga tetap memperhatikan kondisi Sukardjo dan Surati.
Setiap kali acara hajatan di rumah tetangga, Sukardjo selalu mendapatkan jatah makanan dalam kardus. Sukardjo juga tetap diminta hadir di acara-acara pertamuan RT dan RW.
Sunarto, ketua RT 3, mengatakan, warga sekitar juga sudah memberikan perhatian kepada Sukardjo. Saat bertemu dengan Sukardjo, banyak orang pun menitipkan masakan atau bahan pangan untuk diberikan kepada istrinya.
Ketika kemudian dua minggu lebih pasangan lansia tersebut tewas di dalam rumah, Sunarto mengatakan, warga hanya berpikiran bahwa si empunya rumah sedang bepergian ke rumah anaknya.
”Warga di sini hafal dengan kebiasaan Sukardjo yang memang cukup sering pergi mengunjungi anaknya. Biasanya, mereka pun pergi cukup lama sekitar dua hingga tiga minggu,” ujarnya.
Oleh karena itulah, warga sekitar tidak curiga ketika Sukardjo lama tidak terlihat. Mereka pun tidak menyangka kepergiannya tidak biasa dan akan berlangsung selama-lamanya.