RUTENG, KOMPAS — Jumlah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata rumah kerucut di Wae Rebo, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, terus meningkat.
Wae Rebo kini menjadi magnet baru pariwisata Flores setelah Komodo di Labuan Bajo, ujung barat pulau Flores yang dijuluki ”Nusa Bunga” itu.
Pengelola wisata Wae Rebo merupakan warga lokal. Mereka menambah paket wisata untuk melengkapi wisata utama menikmati rumah kerucut.
Berdasarkan data Lembaga Pelestarian Budaya Wae Rebo, lembaga yang mengelola wisata, pada tahun 2017 jumlah pengunjung tercatat 7.000 orang.
Jumlah tersebut meningkat pesat dari tahun 2016 yang berjumlah 5.000 orang.
Meski belum seramai kunjungan wisatawan ke Komodo di Labuan Bajo, peningkatan kunjungan wisatawan ke Wae Rebo cukup progresif.
”Sebanyak 85 persen pengunjung adalah wisatawan domestik, terutama dari Jawa,” ujar Manajer Harian Lembaga Pelestarian Budaya Wae Rebo Marselus Esbi di Wae Rebo, Kamis (8/2).
Ia memprediksi, tahun ini jumlah pengunjung bisa melonjak lagi seiring dengan makin terkenalnya obyek wisata tersebut. Pengelola belum menetapkan target jumlah pengunjung tahun ini.
Obyek wisata Wae Rebo berupa tujuh rumah kerucut (mbaru niang dalam bahasa Manggarai, bahasa yang digunakan masyarakat setempat).
Rumah dikonstruksi dari bahan-bahan lokal, seperti ilalang dan ijuk untuk atap, kayu sebagai tiang, dan papan sebagai lantai panggung.
Ketujuh rumah kerucut tersebut menyajikan pemandangan indah karena berada di lembah yang dikelilingi hutan lebat.
Wisata Wae Rebo mulai dikenal sejak 2007. Wisatawan ramai berkunjung ke daerah ini sejak 2013 setelah digelarnya Sail Komodo di Labuan Bajo pada tahun yang sama.
Wae Rebo terletak di selatan Manggarai dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam dari Ruteng, ibu kota Manggarai, atau sekitar 3 jam dari Labuan Bajo, tempat yang terkenal dengan obyek wisata komodo itu.
Marselus menyatakan, obyek wisata Wae Rebo ramai dikunjungi pada periode April hingga Desember.
Pada periode itu di wilayah Manggarai, seperti umumnya NTT, merupakan musim kemarau. Meski demikian, tetap saja ada wisatawan yang datang di luar periode tersebut.
Saat Kompas mengunjungi obyek wisata tersebut pada Rabu-Kamis (7-8 Februari), ada wisatawan manacanegara dan domestik yang menikmati mbaru niang.
Dalam tiga tahun terakhir, pengelola mengembangkan paket wisata tambahan, antara lain jelajah kopi, malam budaya, dan menikmati air terjun.
Marselus menyebutkan, pengunjung meminati paket malam budaya dan jelajah kopi (saat musim panen antara April dan Juni).
Ia menuturkan, paket-paket tambahan tersebut dikembangkan untuk mendukung wisata utama, yaitu mbaru niang. Jumlah pengunjung diharapkan terus meningkat.
Ketua Adat Wae Rebo Aleksander Ngadus mengatakan, sejauh ini belum ada wisatawan yang melakukan pelanggaran di Wae Rebo. Artinya, wisatawan menaati sejumlah peraturan di obyek wisata, seperti tidak melakukan vandalisme, mabuk-mabukan, dan membuang sampah di sembarang tempat.