Kantor Imigrasi Mataram Tingkatkan Layanan untuk Warga Lansia
Oleh
Khaerul Anwar
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyiapkan fasilitas dan ruangan khusus untuk kalangan berkebutuhan khusus, seperti warga lanjut usia, penyandang disabilitas, dan ibu hamil, yang hendak mengurus paspor.
”Penyediaan fasilitas itu karena 20-30 persen pemohon paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram adalah para warga lansia yang hendak berangkat umrah. Adanya ruangan khusus ini akan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi warga lansia, penyandang disabilitas, ataupun ibu hamil,” tutur Dudi Iskandar, Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Mataram, Sabtu (9/2) di Mataram, Lombok.
Ruangan khusus bagi warga lansia yang diberi nama ”ruang pelayanan paspor ramah HAM” itu berukuran 16 meter × 5 meter yang dilengkapi dengan loket khusus, kursi roda, toilet, dan tempat pijat yang bisa dimanfaatkan orang lansia, penyandang disabilitas, dan ibu hamil.
Mereka juga dibuatkan jalur dan pelayanan khusus yang berbeda dengan pemohon paspor umumnya. Jalur khusus itu dimulai dari pintu masuk Kantor Imigrasi Mataram.
Bahkan, petugas akan mengawal mereka ke ruangan hingga menyelesaikan seluruh proses administrasi penerbitan paspor, termasuk tempat parkir khusus kendaraan yang digunakan.
”Tempat wawancaranya juga berbeda dengan pemohon lewat jalur reguler. Pokoknya, sejak tiba di kantor hingga pengurusan paspor, mereka dipandu petugas imigrasi,” tutur Dudi.
Layanan khusus pemohon paspor dari kalangan lansia, penyandang disabilitas, dan ibu hamil itu akan dilakukan mulai akhir Februari 2018.
Oleh karena itu, lanjut Dudi, kini pembangunan fisik dan fasiltas ruang pelayanan paspor ramah HAM itu digenjot penyelesaiannya dalam beberapa pekan terakhir.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) NTB Fitri Nugrahaningrum merasa gembira atas inisiatif kantor imigrasi yang memberikan perhatian kepada warga yang berkebutuhan khusus.
Hanya saja, inisiatif yang dibarengi dengan penyediaan fasilitas seperti pemandu, kursi roda, dan toilet itu perlu penyempurnaan dengan melibatkan organisasi yang menaungi penyandang berkebutuhan khusus untuk urun rembuk. Ini dilakukan agar fasilitas dan layanan dapat diakses penyandang berkebutuhan khusus.
”Kalau orang lansia, kan, memerlukan bantuan fisik, sedangkan yang difabel, seperti tunarungu-wicara, sebenarnya mampu secara fisik, bahkan mampu mengakses sendiri ketika ada alat bantunya. Kalau bicara kemandirian terus disediakan pemandu, berarti kan masih ada ketergantungan,” tutur Fitri.
Oleh karena itu, menurut Fitri, inisiatif pemerintah tersebut masih perlu penyempurnaan, seperti ketersediaan kursi roda dan toilet harus betul-betul menjawab kebutuhan penyandang disabilitas sehingga implementasi niat baik kantor imigrasi itu tepat sasaran.
Begitupun keberadaan pemandu di instansi itu juga perlu pelatihan khusus, misalnya bisa menerjemahkan bahasa isyarat dari penyandang tunarungu-wicara.