”Pergerakan tanah terus terjadi. Bisa dilihat secara visual dan suara. Pohon-pohon makin miring, terus bergerak dan mengeluarkan bunyi keras,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara Arif Rahman, Minggu (11/2), dihubungi dari Purwokerto.
Menurut Arif, cuaca pada Minggu pagi di Desa Sirongge gerimis. Diprediksi curah hujan masih tinggi untuk sepekan ke depan. Tim BPBD serta perangkat desa dan kecamatan berkoordinasi untuk memantau area terdampak bencana dan area yang terancam pergerakan tanah. ”Hari ini kami menyiapkan posko di lapangan, melakukan asesmen terhadap pengungsi, dan mencari alternatif lokasi pengungsian jika wilayah ini tidak aman,” ujar Arif.
Camat Pandanarum Sri Handono menyatakan, warga mengungsi ke tempat aman, seperti SD Sirongge, puskesmas, serta rumah warga di Dusun Gumelar, Getas, dan Bantengan.
Kondisi di lapangan saat ini, kata Arif, listrik padam dan pengungsi berjubel di sejumlah tempat. ”Ruang kelas kurang luas untuk menampung banyak pengungsi,” ujar Arif.
Pihaknya berusaha memenuhi kebutuhan pengungsi, antara lain alas tidur, selimut, makanan bayi, dan popok bayi.
Berdasarkan catatan Kompas, pergerakan tanah di Sirongge pernah terjadi setahun lalu,
25 Februari 2017. Akibatnya, bangunan SDN 2 Sirongge retak- retak dan ambles (Kompas, 26/2/2017).
Terkait penanganan material longsor di Paweden, Kecamatan Karangkobar, yang menutup jalan provinsi penghubung Banjarnegara-Karangkobar-Pekalongan, curah hujan yang tinggi masih menjadi kendala.
”Sore hari hujan turun dan operasi pembersihan material longsor harus dihentikan karena berbahaya jika ada longsor susulan,” kata Koordinator Tim Reaksi Cepat BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo.
Andri mengatakan, lima alat berat dioperasikan, terdiri dari sebuah buldoser dan empat ekskavator. Material longsor menutup jalan sepanjang 250 meter dengan tinggi 2-5 meter. ”Pembersihan material longsor baru sekitar 5 persen karena ada longsor susulan yang menutup jalan sepanjang 10 meter,” katanya.
Menurut Andri, berdasarkan pantauan foto udara menggunakan drone, panjang longsoran di Paweden 285 meter, lebar 125 meter, dan tinggi material longsor 5-8 meter. Areal terdampak longsor mencapai 3 hektar. ”Kalau alat berat dipaksakan bergerak saat ada pergerakan tanah, risiko sangat tinggi,” tuturnya.
Gempa di Kuningan
Dalam empat hari terakhir, dua kali gempa tektonik melanda Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Meski berkekuatan rendah dan tidak menimbulkan kerusakan, masyarakat tetap diminta waspada.
Minggu pukul 13.38, terjadi gempa berkekuatan 3,9 skala Richter di 7 kilometer barat laut Kuningan dengan kedalaman 259 kilometer. “Dengan kedalaman dan kekuatan gempa yang kecil, masyarakat tidak merasakan getarannya,” ujar prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jatiwangi, Ahmad Faa Iziyn.
Menurut dia, gempa terjadi akibat aktivitas patahan lokal di daratan Sesar Baribis segmen Ciremai. Sebagai informasi, di Kuningan terdapat Gunung Api Ciremai yang merupakan gunung tertinggi di Jabar, 3.078 meter di atas permukaan laut.
Gempa juga melanda Kuningan, Kamis (8/2) pukul 09.33. Gempa tektonik berkekuatan 3,1 SR sekitar 7 kilometer arah barat laut dengan kedalaman 19 kilometer itu tidak menimbulkan kerusakan.
Sumber gempa juga dari segmen Ciremai. Menurut Ahmad, gempa berulang menunjukkan aktivitas patahan lokal di Sesar Ciremai. ”Jika kekuatan gempa besar, berpotensi membahayakan,” ujarnya.
Ahmad meminta masyarakat tidak panik, tetapi tetap waspada. Pihaknya terus memantau aktivitas sesar di Ciremai.
Kepala Pelaksana BPBD Kuningan Agus Mauludin mengatakan, tidak ada kerusakan permukiman, fasilitas umum, dan bangunan lain akibat gempa. Pihaknya terus berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Ciremai di Desa Sampora, Cilimus. ”Gunung Ciremai masih aktif sebagai gunung api dan telah lama beristirahat,” ujarnya. (DKA/IKI)