Empat Pejabat Senior di Jatim Jadi Penjabat Bupati/Wali Kota
Oleh
Ambrosius Harto Manumoyoso
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Rabu (14/2), di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, mengukuhkan penunjukan empat penjabat bupati atau wali kota yang dianggap berpengalaman dan berkompeten.
Penunjukan dan pengukuhan empat penjabat, atau disebut pejabat sementara (pjs) oleh kalangan birokrat, ditempuh karena empat bupati dan wali kota sedang cuti untuk mengikuti kampanye pilkada serentak tahun ini di wilayah masing-masing.
Keempat pejabat itu ialah Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Malang Mochamad Anton, dan Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, posisi Syahri dipegang sementara oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Jarianto. Posisi Nyono, yang saat ini ditahan KPK dalam kasus suap, sementara ini serahkan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim Setiadjit.
Wali Kota Malang sementara ini diemban Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim Wahid Wahyudi. Sementara Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Darah Jatim Djumadi diserahi tugas sebagai penjabat Wali Kota Kediri.
Soekarwo mengatakan, keempat pejabat eselon itu menjadi penjabat sesuai dengan pengalaman dan kompetensi masalah di daerah yang akan dipimpin.
Setiadjit sebagai Kadisnakertrans cukup berpengalaman menjadi mediator konflik atau terlibat dalam pembicaraan tripartit sengketa ketenagakerjaan. Kemampuan itu akan dibutuhkan di Jombang yang saat ini dalam posisi ”agak” terguncang.
Nyono adalah Bupati Jombang nonaktif dan ditahan di KPK. Wabup Jombang Mudjidah Wahab ikut dalam Pilkada Jombang dan berhadapan dengan Nyono sehingga tidak bisa melanjutkan estafet kepemimpinan.
Sekretaris Kabupaten Jombang Ita Triwibawati akan mundur dari jabatan untuk berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK. Ita, istri Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, telah dicegah KPK. Pasangan ini pada Oktober 2017 ditangkap KPK di Jakarta terkait kasus dugaan pencucian uang.
Jarianto sebagai Kadisbudpar cukup paham dan pas dengan semangat Tulungagung yang sedang giat berpromosi pariwisata dan kebudayaan.
Tulungagung merupakan salah satu daerah kaya tradisi seni budaya dan akulturasi di Jatim. ”Kalau Tulungagung ingin mendorong promosi seni budaya, saya rasa Pak Jarianto adalah orang yang tepat,” kata Soekarwo.
Bagaimana dengan Wahid? Menjabat Kadishub LLAJ, Wahid amat paham dengan masalah transportasi perkotaan. Malang adalah kota kedua terbesar di Jatim. Wahid dianggap mumpuni untuk membantu Pemkot Malang mengatasi masalah transportasi perkotaan, terutama kemacetan dan kesemrawutan.
Untuk Kota Kediri, Soekarwo mendorong Djumadi membantu pemerintahan di sana memperbaiki tata kelola keuangan dan aset. ”Beliau berpengalaman sebagai Kepala Badan Koordinasi Wilayah,” ujarnya.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, masa jabatan sebagai penjabat bupati atau wali kota berlaku dalam kurun 15 Februari-23 Juni 2018.
Jika ada kabupaten atau kota yang setelah tanggal itu terjadi kekosongan kepemimpinan, akan ditunjuk penjabat kepala daerah setempat dengan kewenangan setara bupati atau wali kota.
Sumarsono mengingatkan, penjabat dibebani tiga kewajiban. Pertama, memastikan pemerintahan daerah berjalan baik dengan memenuhi fungsi 31 urusan pemerintahan.
Pelayanan publik tidak boleh terhambat, begitu pula dengan pembangunan dan fungsi sosial lainnya. Kedua, memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ketiga, memastikan penyelenggaraan pilkada serentak aman dan damai. Netralitas PNS harus dijaga.
Dalam hal netralitas aparatur pada pilkada, penjabat boleh menjatuhkan sanksi kepada PNS yang melanggar. Sanksi berupa teguran lisan, tertulis satu, tertulis dua, bahkan sampai pemberhentian sementara.
Penjabat boleh melaksanakan mutasi pegawai, terutama pada sektor yang kosong. Mutasi terbatas harus berkoordinasi dengan bupati atau wali kota yang sedang cuti dan mendapat persetujuan Mendagri. Itu berlaku pula untuk keputusan kebijakan strategis, terutama keberlanjutan program pembangunan.
Penjabat juga tidak bisa mengevaluasi atau membatalkan kebijakan bupati atau wali kota terdahulu jika kebijakan dimaksud tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.