Tanam Cabai Tiap Rumah Kembali Digalakkan
SURABAYA, KOMPAS — Kenaikan harga cabai rawit dan cabai merah sejak dua minggu terakhir membuat Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini kembali mengajak warganya menanam cabai.
Dia ingin warga bisa swasembada cabai agar tidak terpengaruh dengan kenaikan harga cabai yang selalu terjadi tiap musim hujan.
”Kalau punya tanaman cabai sendiri di rumah, harga naik berapa pun tidak akan terpengaruh. Bahkan bisa menurunkan harga cabai di pasar karena permintaan turun akibat swasembada,” kata Risma, Rabu (14/2) di Surabaya.
Imbauan tersebut dikeluarkan Risma karena saat ini harga cabai di pasaran mengalami kenaikan. Pantauan Kompas di Pasar Wonokromo, Rabu, harga cabai naik hingga 50 persen sejak 10 hari terakhir.
Tami (56), pedagang di Pasar Wonokromo, mengatakan, cabai rawit merah naik dari Rp 30.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 48.000 hingga Rp 50.000 per kg. Sementara untuk cabai merah keriting juga naik dari Rp 35.000 per kg menjadi Rp 45.000 per kg.
Menurut Tami, kenaikan harga ini disebabkan pasokan cabai dari daerah penghasil seperti Banyuwangi, Bojonegoro, Kediri, dan Jember berkurang. Panen tidak maksimal karena tanaman cabai membusuk akibat curah hujan yang tinggi. ”Masih ada kemungkinan naik lagi karena baru masuk musim hujan,” katanya.
Tahun lalu, kenaikan harga cabai juga terjadi ketika musim hujan. Harga cabai rawit merah bahkan sempat berada di kisaran Rp 110.000 hingga Rp 120.000 per kg (Kompas, 11/2/2017).
Saat itu, operasi pasar yang dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim bersama Perum Bulog Divisi Regional Jatim tidak berhasil menurunkan harga cabai di pasar.
Menurut Risma, warga harus mengantisipasi terulangnya siklus kenaikan harga cabai tersebut. Warga kembali diingatkan untuk mulai menanam cabai, setidaknya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Pemkot Surabaya akan kembali memberikan bibit cabai jika ada warga yang membutuhkan. Gerakan menanam cabai dilakukan di tingkat rukun tetangga hingga sekolahan.
”Kebiasaan rata-rata masyarakat setiap makan harus ada sambal, maka ketika harga cabai naik pengeluaran ikut naik. Lebih baik menanam cabai sendiri di rumah masing-masing dan di lahan kosong sehingga tidak terpengaruh naiknya harga cabai di pasaran,” kata Risma.
Beras belum turun
Harga beras di Surabaya belum turun. Harga beras kualitas medium masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Adapun di Pasar Wonokromo, beras kualitas medium dari distributor dijual Rp 10.500 hingga Rp 11.000 per kg. Harga ini masih sama seperti harga ketika akhir tahun lalu yang cenderung stabil di atas HET.
Oleh sebab itu, kata Risma, pasar murah yang diselenggarakan Pemkot Surabaya tetap dilanjutkan untuk menyediakan beras kualitas medium dengan harga Rp 9.400 per kg. ”Pasar murah baru akan berhenti saat beras medium dijual sekitar Rp 9.000 per kg,” ujarnya.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jatim Muhammad Hasyim mengatakan, pihaknya tetap melakukan operasi pasar dengan menjual beras medium seharga Rp 9.000 per kg. Beras dapat dibeli warga melalui pedagang pasar yang menjadi rekanan Bulog.
Meskipun pemerintah melakukan impor beras untuk menurunkan harga, tidak ada yang dijual ke Jatim.
Dua pelabuhan di Jatim, yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, hanya menjadi lokasi persinggahan sebanyak masing-masing 20.000 ton beras karena beras tersebut akan dikirim ke Kalimantan dan beberapa daerah di Indonesia timur seperti Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
”Ada pemasukan bagi Jatim hingga Rp 70 miliar dari kegiatan bongkar beras impor, seperti bea masuk, biaya pelayanan, biaya angkut, dan biaya buruh angkut,” ujar Hasyim.