Muatan Tol Laut Anjlok
MANADO, KOMPAS — Jumlah muatan angkutan tol laut dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ke Pelabuhan Tahuna, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, anjlok. Keengganan pengusaha memakai jasa tol laut karena kenaikan biaya angkut. Kapal KM Caraka Jaya Niaga juga dianggap tidak layak karena daya angkut terbatas dan berisiko.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sangihe Fera Masora di Manado, Rabu (14/2), mengatakan, keengganan pengusaha terlihat dari minimnya muatan barang yang diangkut dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Tahuna. Ia mendapat informasi KM Caraka Jaya Niaga yang bertolak dari Pelabuhan Tanjung Perak, Selasa (13/2) malam, hanya mengangkut sembilan peti kemas ukuran 20 TEUs.
Padahal, tahun sebelumnya, muatan kapal tol laut dari Surabaya ke Tahuna mencapai 50-60 peti kemas. Kapal di antaranya membawa beras, gula, dan semen atas pesanan 20 pengusaha yang tergabung dalam wadah Gerai Maritim di Tahuna.
Pemicu merosotnya barang muatan adalah naiknya biaya pengangkutan Surabaya-Tahuna, dari semula Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta per peti kemas. Kenaikan biaya itu juga terjadi di Pelabuhan Makassar yang disinggahi rute tol laut Surabaya-Tahuna, yakni dari Rp 8 juta menjadi Rp 9,4 juta per peti kemas.
Selain kenaikan biaya angkut, Fera mengatakan, kondisi kapal pengangkut yang berisiko juga menyebabkan anjloknya muatan. ”Pelaksanaan tol laut di Tahuna terus bermasalah dalam hal kapal pengangkut,” katanya.
Ia mengatakan, sejak awal pelaksanaan tol laut di Tahuna pada Mei 2016 hingga akhir 2017 tidak maksimal karena ketidakhadiran kapal selama tujuh bulan. Kapal seharusnya dijadwalkan setiap bulan mengunjungi Tahuna. Kapal pengangkut juga telah berganti tiga kali.
Menurut Fera, pihak Kementerian Perhubungan sebelumnya menjanjikan kapal pengangkut Logistik Nusantara 1 yang lebih baru dan bertonase besar rute Surabaya-Makassar-Tahuna.
Kurang memadai
David Mogi, salah satu pengusaha Gerai Maritim di Tahuna, mengakui, anjloknya jumlah angkutan barang dari Surabaya dan Makassar disebabkan kondisi kapal pengangkut yang kurang memadai. Angkutan barang tol laut KM Caraka terbatas hanya 17 ton setiap peti kemas, berbeda dengan kapal pengangkut komersial yang dapat mencapai 24 ton per peti kemas.
Anjloknya jumlah angkutan barang dari Surabaya dan Makassar disebabkan kondisi kapal pengangkut yang kurang memadai.
Jumlah muatan yang terbatas itu membuat perhitungan biaya angkutan menjadi mahal, apalagi harga angkutan tol laut juga naik. ”Kalau angkutan setiap peti kemas selisih 7 ton, lebih baik kami menggunakan kapal komersial yang daya angkutnya lebih baik dan memiliki jaminan waktu lebih cepat,” kata David.
Program tol laut pemerintah pusat merupakan pengangkutan barang secara rutin, terjadwal, dan disubsidi dari Pulau Jawa ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Tujuannya, untuk menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga, terutama di kawasan timur Indonesia.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Urusan Komersial PT Pelni Cabang Surabaya Mohammad Soleh mengatakan, kenaikan harga angkutan tol laut akibat penghapusan biaya handling barang di pelabuhan dari Menteri Perhubungan. Subsidi angkutan tol laut hanya diberikan dari pelabuhan ke pelabuhan.
Terkait kondisi kapal pengangkut, Soleh mengatakan, KM Caraka Jaya Niaga yang melayani rute Surabaya-Makassar-Tahuna layak berlayar dan dapat mengangkut 105 peti kemas sekaligus.
”Kami tidak paham penurunan angkutan ini. Kami hanya memasarkan kepada pengusaha,” katanya. (ZAL)