PALANGKARAYA, KOMPAS — Pembalakan liar masih marak di hutan lindung sekitar Sungai Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sedikitnya 5.000 batang kayu jenis meranti campuran dialirkan melalui sungai tersebut.
Manajer Program Mawas dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jhanson Regalino menyampaikan hal itu di Palangkaraya, Kamis (15/2).
Hasil pemantauan timnya, terdapat 5.000 lebih batang kayu bulat jenis meranti campuran yang dialirkan melalui Sungai Mantangai sejak tiga hari lalu.
”Kayu-kayu itu berasal dari hutan lindung bekas wilayah proyek lahan gambut blok E. Tenda-tenda milik mereka masih ada di sana,” ujar Jhanson.
Program Mawas dari Yayasan BOS merupakan sebuah program menjaga habitat dan melakukan konservasi lahan. Kawasan konservasi Mawas memiliki luas wilayah 5.000 hektar.
Kawasan itu berdampingan langsung dengan kawasan milik Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Kapuas yang luasnya mencapai 105.000 hektar.
”Kami menelusuri asal kayu-kayu itu dan melihat mereka membawa kayu-kayu tersebut dari wilayah hutan lindung. Jadi, ini sangat kuat ilegalnya,” ungkap Jhanson.
Ia menyebutkan, pembalakan liar yang terjadi di kawasan hutan lindung sudah terjadi sejak tiga tahun belakangan.
Pada 2015, Kompas melihat langsung pembalak liar mengalirkan kayu-kayu ilegal di lokasi yang sama. Sebagian besar dialirkan ke dua tempat tujuan, pertama, ke kota Kapuas, sedangkan destinasi kedua menuju daerah Barito Utara.
Kebakaran lahan
Koordinator Komunikasi dan Edukasi Yayasan BOS Monterado Fridman mengatakan, kawasan hutan lindung di sekitar Mantangai merupakan salah satu wilayah langganan kebakaran. Khususnya di sekitar wilayah bekas proyek lahan gambut (PLG).
”Selain menyebabkan kebakaran, pembalakan liar yang tidak terkontrol ini juga merusak habitat orangutan sehingga mereka terdesak ke permukiman yang berpotensi konflik,” ujar Fridman.
Ia mengatakan, kawasan konservasi Program Mawas memiliki populasi orangutan terbanyak kedua setelah Taman Nasional Sebangau (TNS). Catatan BOS menunjukkan, kawasan Mawas memiliki 2.250 orangutan, sedangkan TNS memiliki 5.426 orangutan.
”Sayang sekali kalau sampai dirusak. Tim kami tidak bisa bertindak banyak. Yang dilakukan hanya melakukan pendekatan ke masyarakat karena kami berharap penuh pada penegak hukum,” tutur Fridman.