Menyusuri Goa Jatijajar di Selatan Jateng
Goa Jatijajar yang terletak di Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, termasuk goa alam yang unik. Di dalamnya terdapat tujuh sungai, dengan empat di antaranya bisa ditemui saat Anda menyusuri goa sejauh 250 meter, lebar 15 meter, dan tinggi 12 meter itu. Tak heran, goa ini menjadi magnet luar biasa.
Setibanya di pelataran goa, terasa angin segar berembus. Pelataran itu seluas lebih kurang 5.000 meter persegi. Tempat itu menjadi lokasi istirahat pengunjung sebelum dan sesudah berkelana dalam Goa Jatijajar yang berada di selatan Jateng.
Terik matahari yang tadi terasa menyengat berganti dengan terpaan hangat sinar dari mulut goa melalui sela-sela ranting pepohonan dan daun. Keheningan terasa menyeruak dari perut goa yang tampak agak gelap. Meski ada lampu remang-remang sebagai penunjuk arah, sulit menyembunyikan kesan angker di dalam goa itu.
Meski begitu, saat melihat dinding goa, keangkeran itu pun berubah menjadi takjub atas kemegahan goa alamiah ini. Dinding goa nan kokoh berupa batuan besar. Diselingi stalaktit, stalagmit, dan juga pilar atau tiang kapur. Pilar kapur ini merupakan pertemuan antara stalaktit dan stalagmit. Sebagian besar permukaannya basah dan berlumut. Pagar besi sengaja dipasang instansi terkait guna melindungi pengunjung agar tidak terpeleset, sekaligus sebagai penunjuk arah.
Di sana-sini terdengar bunyi tetesan air, aliran sungai dalam goa, dan kepakan sayap kelelawar. Ada pula 32 patung yang sengaja dipasang di dalam goa. Patung bercat putih itu mengisahkan legenda Raden Kamandaka, putra mahkota Pajajaran, yang pernah bertapa di goa ini.
Legenda
Dalam buku Legenda Raden Kamandaka (penyusun: Rusmin Ranudharjo dan Agus Sudibyo Fillpus, 2000), dikisahkan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran, hendak memilih putra mahkota menggantikan dirinya. Namun, ketiga anaknya, yaitu Banyakcokro, Banyakblabur, dan Banyakngampar, belum siap. Banyakcokro kemudian pergi berkelana ke arah timur untuk menimba ilmu serta mencari permaisuri.
Banyakcokro menyamar menjadi rakyat jelata dengan nama Kamandaka. Di Kadipaten Pasir Luhur, Kamandaka jatuh hati kepada putri bungsu Adipati Kanandoho, yaitu Dewi Ciptoroso. Namun, usaha Kamandaka untuk mendekati Ciptoroso tidak mudah. Kamandaka masuk ke area keputren tanpa izin dan membuat murka sang adipati.
Dalam pelarian dan pengejaran itu, Kamandaka menjadi penyabung ayam jago dan kemudian bertapa di goa. Di sana, dia mendapatkan petunjuk bahwa keinginannya untuk mempersunting Ciptoroso dapat terwujud jika Kamandaka bisa mendapat pakaian lutung atau kera besar.
Melalui penyamaran menjadi lutung, Kamandaka bisa dekat dengan Ciptoroso serta mengalahkan Raja Pulebahas dari Nusakambangan yang hendak mempersunting Ciptoroso dan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Akhirnya Adipati Kanandoho mengetahui siapa Kamandaka dan menikahkannya dengan Ciptoroso.
Belum serius
Goa alam ini berada sekitar 32 kilometer arah barat dari Alun-alun Kebumen. Dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor sekitar satu jam. Goa ini berada di perbatasan Kabupaten Kebumen, Banyumas, dan Cilacap. Disebut Goa Jatijajar karena konon di muka pintu goa terdapat dua pohon jati yang besar dan tumbuh sejajar, tetapi kini sudah ditebang.
Goa ini pertama kali ditemukan petani bernama Jamenawi pada 1802. Di dalam goa terdapat tujuh sungai, dengan empat di antaranya dapat dilihat saat menyusuri goa, yaitu Sungai Puser Bumi, Sungai Jombor, Sungai Mawar, dan Sungai Kantil. Air sungai dipercaya memiliki khasiat. Air Sungai Mawar, misalnya, dapat membuat awet muda, sementara orang yang mandi dengan air Sungai Kantil, cita-cita atau niatnya akan mudah tercapai.
Goa Jatijajar memiliki panjang sekitar 250 meter, lebar rata-rata 15 meter, dan tinggi sekitar 12 meter. Untuk dapat menyusuri goa ini, termasuk Goa Dempok di dekat loket masuk, setidaknya diperlukan waktu hingga 1,5 jam. Waktu itu sudah dipakai untuk istirahat makan serta menyusuri pasar seni yang menjual aneka aksesori dan cendera mata. Di sekitar area parkir terdapat banyak warung yang menjual aneka macam makanan. Harganya sekitar Rp 8.000 per porsi.
Kendati menjadi andalan wisata Kabupaten Kebumen, pelayanannya masih minim. Warung-warung yang ada tidak tertata baik. Di sejumlah sudut sampah menumpuk dan kolam permandian pun berlumut. Wisatawan yang berkunjung dibiarkan berjalan sendiri.
”Sebenarnya tempat ini potensial dan banyak pengunjungnya, tapi sayang kurang terawat,” kata Rosidin, guru MI Muhammadiyah Jatijajar, yang mendampingi 200 siswa melakukan outbound di Goa Jatijajar.
Keindahan dan kemegahan Goa Jatijajar juga sedikit ternoda dengan aneka coretan di langit-langit mulut goa. ”Zaman dulu belum ada kamera untuk mengabadikan kunjungan seseorang. Karena itu, ada juru tulis yang menuliskan nama orang yang berkunjung pada langit-langit goa. Biayanya 5 sen atau sekarang sekitar Rp 10.000-Rp 15.000,” ujar Edi (42), fotografer wisata di tempat itu, menjelaskan banyaknya tulisan nama pada langit-langit goa.
Kini, untuk mencegah aksi corat-coret dan perusakan yang tidak bertanggung jawab, pihak pengelola memasang peringatan dan larangan di mulut goa tersebut. Selepas meninggalkan pelataran goa dan masuk lebih ke dalam, tidak ditemukan lagi coretan dan tulisan nama-nama.
Kepala Pengelola Obyek Wisata Goa Jatijajar Darno mengatakan, pihaknya hanya memiliki tiga pemandu. Namun, mereka kini lebih banyak dikonsentrasikan untuk mengurus kebersihan.
Dia juga mengakui masih adanya kesemrawutan pedagang yang ada. ”Kami masih melakukan pendataan dan para pedagang akan dipindahkan ke pasar seni yang baru selesai dibangun. Jadi, nanti di sekitar goa tidak ada lagi pedagang,” tutur Darno.
Goa ini telah menjadi andalan pariwisata Kebumen. Sejauh ini, jumlah pengunjung cukup banyak. Tahun 2017, misalnya, pengunjung mencapai 395.630 orang. Akan tetapi, wisatawan itu umumnya wisatawan domestik.
Sudah saatnya perlu dilakukan penataan yang lebih serius dan dikelola secara profesional. Tanpa upaya itu, sulit diharapkan goa ini berkontribusi besar dalam sektor pariwisata di Kebumen dan Jateng.