Merengkuh Warga Menanam Peneduh
Rimbun pepohonan mulai terasa sejak masuk perbatasan Surabaya-Sidoarjo di bundaran Waru. Pengunjung juga dimanjakan dengan jalan selebar 20 meter yang mulus dilengkapi trotoar dan bunga warna warni di sepanjang jalan. Hal itu membuat suasana kota terasa teduh meskipun matahari bersinar terik.
Surabaya terus berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari. Tidak hanya jalan, trotoar dan saluran air yang ditata, ruang terbuka hijau pun ada di berbagai penjuru kota. Jalan raya, gedung perkantoran, rumah warga, dan sekolah menjadi tempat yang teduh dan asri. Aksi menanam pohon bagi warga Surabaya tak lagi sekadar slogan, tetapi benar-benar menyatu dengan keseharian warga.
Kampung hijau
Salah satu contohnya adalah Kampung Dinoyo Tangsi III, Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari. Sepanjang gang kampung selebar 1,5 meter dihiasi berbagai tanaman. Tanaman ditata rapi dalam pot karena tidak ada lagi lahan kosong untuk menanam. Setiap rumah memiliki dua hingga lima tanaman bunga atau obat keluarga dalam pot.
”Semua rumah di kawasan ini wajib memiliki minimal satu tanaman. Jika tidak bisa menyediakan, akan didenda Rp 50.000 untuk membeli tanaman,” kata Ketua RT 002 RW 010 Lailiana Indriawati, Jumat (9/2).
Untuk menambah estetika jalan yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua, dindingnya digambari mural oleh warga. Di salah satu dari 1.500 kampung hijau di Surabaya, dengan
70 keluarga itu, ada tiga gang dengan panjang 600 meter yang sejauh mata memandang tidak lepas dari hijaunya tanaman warga.
Menurut Lailiana, gerakan satu rumah satu tanaman mulai ramai sejak 2016. Warga secara sukarela menghias gang dengan tanaman. ”Kami ingin warga atau tamu yang ke kampung ini merasa teduh,” ujarnya.
Hampir setiap warga kampung di Surabaya memiliki tanaman. Sekretaris Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya Aditya Waskita mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak pernah meminta warga menanam tanaman di setiap rumah. Mereka melakukan hal itu secara sukarela karena terpicu dengan upaya pemkot yang gencar melakukan penghijauan.
Lomba kebersihan dan keasrian rukun tetangga (RT) yang digalakkan sejak 2005 oleh Pemkot Surabaya menjadi salah satu pemantik warga untuk lebih sadar lingkungan. Beberapa lomba, seperti ”Merdeka dari Sampah” serta ”Clean and Green” rutin dilakukan agar warga konsisten menjaga lingkungan.
Untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan di tingkat sekolah, ada lomba Sekolah Adiwiyata atau berwawasan lingkungan. Untuk bisa disebut sebagai sekolah adiwiyata, sekolah harus memiliki tanaman produksi dan hias, memanfaatkan air limbah untuk menyiram tanaman, serta wajib memiliki green house, kolam ikan, serta pengolahan sampah. Siswa tidak boleh membawa makanan dan minuman dalam kemasan sekali pakai buang. Kantin sekolah pun harus bebas dari produk dalam kemasan.
Kesadaran warga mampu mengubah beberapa wilayah Surabaya yang dulu dikenal sebagai kantong perkampungan kumuh menjadi kampung yang asri. Kawasan Kenjeran, misalnya, tiga tahun lalu, jalan selebar 4 meter terasa sempit karena warga menjemur ikan di depan rumah hingga menjorok ke badan jalan. Setelah kawasan itu dipoles, Kenjeran menjadi tempat wisata favorit. Apalagi di sisi jembatan Surabaya yang dibangun pada 2016 dibangun air mancur menari yang dihidupkan setiap hari Sabtu.
Kader lingkungan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, untuk pembinaan wawasan lingkungan, sejak 2005 dibentuk kader lingkungan di tingkat rukun tetangga dan di sekolah-sekolah. Para kader bertugas mengedukasi dan menggerakkan warga untuk menjaga lingkungan, seperti menanam pohon dan membuang sampah pada tempatnya.
Pemerintah juga memberi contoh dengan mengajak warga menanam tanaman penghijauan. Bukan melalui peraturan wali kota atau surat edaran, melainkan dengan menanam bunga di ruang publik yang kosong. Cara Pemkot Surabaya ini ampuh sehingga langsung dicontoh warga.
Hingga 2018, ruang terbuka hijau di kota berpenduduk 3 juta jiwa itu mencapai 21,7 persen dari luas wilayah 350,5 kilometer persegi. Kini ada 372 taman, 119 di antaranya taman aktif, seperti Taman Bungkul, Taman Prestasi, Taman Pelangi, dan Taman Flora. Taman-taman tersebut selain menjadi sarana peneduh, juga menjadi sarana rekreasi, olahraga, dan tempat mengusir penat dan jenuh sambil bersosialisasi.
Kualitas udara
Banyaknya taman di kota terbesar kedua setelah Jakarta ini menimbulkan pengaruh baik terhadap kualitas udara. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) di Surabaya tercatat dalam posisi baik hingga sedang. Nilai ISPU Surabaya adalah 16-66.
ISPU dibagi menjadi lima kategori, yakni 0-50 kategori baik, 51-100 kategori sedang. Nilai 101-199 kategori tidak sehat, 200-299 kategori sangat tidak sehat. Sementara lebih dari 300 termasuk dalam kategori berbahaya.
Kategori baik (0-50) memiliki tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek buruk bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan atau nilai estetika. Sementara kategori sedang (51-100) memiliki kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan, tetapi berdampak pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika.
Demi hijaunya Kota Surabaya, pemkot melindungi pohon peneduh dengan Peraturan Daerah Surabaya Nomor 19 Tahun 2014 tentang Perlindungan Pohon. Sanksinya, bagi yang memotong satu pohon wajib mengganti dengan 35 pohon. Merusak pohon dengan
memaku, menempel reklame, poster, membakar, menyiram bahan kimia, sanksi pidana kurungan tiga bulan dan denda
Rp 50 juta.
Hijaunya seluruh kawasan kota membuat warga tidak mudah lelah meski berjibaku di tengah kemacetan. Panas terik di ubun-ubun nyaris tak terasa karena dihalau oleh rindangnya berbagai jenis pohon ditambah warna-warni bunga yang bergantian mekar sepanjang waktu. (Iqbal Basyari/Agnes Swetta Pandia)