Puluhan Ribu Batang Kayu Keluar dari Hutan Lindung
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dalam lima tahun terakhir, Yayasan Borneo Orangutan Survival mencatat, 81.141 batang kayu bulat keluar dari hutan lindung dan wilayah konservasi orangutan di Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Kepolisian pun membentuk tim untuk menindak para pembalak.
Manajer Program Mawas Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jhanson Regalino menjelaskan, setiap saat petugas BOS selalu melakukan patroli untuk mengawasi pergerakan orangutan di sekitar Sungai Mantangai dan Mangkutub, anak Sungai Kapuas.
Hampir setiap saat pula mereka melihat kayu-kayu bulat dialirkan melalui sungai tersebut.
”Kami hanya mengumpulkan data lapangan karena pembalakan juga memiliki pengaruh besar terhadap habitat orangutan dan ekosistem hutan,” kata Jhanson di Palangkaraya, Selasa (20/2).
Dari catatan patroli orangutan Yayasan BOS, selama Januari 2013 sampai 20 Februari 2018 terdapat 81.141 batang kayu bulat atau 228.818 meter kubik jenis meranti dan rimba campuran yang keluar dari hutan lindung dan wilayah konservasi orangutan.
Rinciannya, Januari 2013 sampai Desember 2016 terdapat 58.764 kayu log, lalu pada 2017 terdapat 17.577 kayu log, sedangkan selama Februari 2018 terdapat 4.800 batang kayu bulat.
Dari pantauan Kompas di lokasi pada Sabtu (17/2), kayu-kayu bulat dialirkan melalui kanal-kanal di Blok E lahan bekas Proyek Lahan Gambut (PLG) di Mantangai. Panjang kayu-kayu tersebut 4 meter dengan diameter 20 sentimeter (cm) sampai 30 cm.
”Kehidupan satwa dilindungi di hutan tergantung bagaimana manusia memperlakukan hutannya. Selama ini tiap tahun di lokasi itu ada kebakaran hutan dan banjir,” ungkap Jhanson.
Jhanson menjelaskan, akibat pembalakan liar kebakaran melanda wilayah hutan lindung dan konservasi orangutan. Total kerusakan lahan akibat kebakaran mencapai 15.442 hektar. Rinciannya, 12.009 hektar di Blok A, hutan wilayah Mangkutub dan 3.433 hektar di Blok E wilayah sekitar Mantangai.
”Kerugiannya tak terhitung. Proses rehabilitasi lahan dengan hanya menanam pohon saja sudah membutuhkan waktu yang lama dari mulai menanam, pengawasan, sampai ke perbaikan tanah gambut,” ungkap Jhanson.
Jhanson mengungkapkan, hutan lindung di Kapuas merupakan bekas proyek PLG yang sampai saat ini masih dilakukan upaya restorasi dan rehabilitasi. Pembangunan ratusan sekat kanal di sekitar kawasan hutan menjadi tidak berguna kalau hutannya terus rusak.
Bentuk tim
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Publikasi Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Ajun Komisaris Besar Pambudi Rahayu mengatakan, tim yang dibentuk merupakan gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus dan Kepolisian Resor Kapuas.
”Tim sudah diberangkatkan. Saat ini masih melakukan penyelidikan dan pengumpulan informasi di lapangan,” kata Pambudi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dimas Novian Hartono mengatakan, penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat harus berjalan bersamaan. Kawasan tersebut memiliki fungsi lindung sehingga tidak boleh ada aktivitas penebangan pohon, apa pun alasannya.
”Masyarakat harus diberikan peran untuk menjaga dan mengawasi kawasan lindung. Karena tak banyak petugas yang memantau lokasi, masyarakat harus dilibatkan dengan membuat pengelolaan hasil hutan bukan kayu,” kata Dimas.