MAGELANG, KOMPAS - Saat ini, baru sekitar 20 persen sampah di Kota Magelang, Jawa Tengah, yang berhasil diolah. Selain karena keterbatasan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), kecilnya angka pengolahan sampah ini terjadi karena masih minimnya minat atau inisiatif warga untuk mengolah sampah.
“Warga cenderung hanya mau mengolah sampah jika mereka mendapatkan bantuan peralatan pengolah sampah dari pemerintah,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, Machbub Yani Arfian, saat ditemui dalam acara peringatan Hari Peduli Sampah Nasional di Gedung Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Magelang, JawaTengah, Rabu (21/2).
Volume sampah di Kota Magelang mencapai 60-70 ton per hari. Jumlah ini, bahkan bisa meningkat jika musim liburan, atau saat banyak event atau kegiatan diselenggarakan di Kota Magelang.
Menyikapi kondisi tersebut, Machbub berharap masyarakat mau berinisiatif, mengolah sampah, sebagai bentuk upaya untuk mengurangi volume sampah yang dibuang.
“Kita harus berpikir untuk mengolah dan mengurangi sampah karena kapasitas TPA (tempat pembuangan akhir) juga terbatas,” ujarnya.
Untuk mengurangi volume sampah, Pemerintah Kota Magelang akan membangun lebih banyak TPST. TPST adalah fasilitas pengolahan sampah milik Pemerintah Kota Magelang, yang di dalamnya terdapat berbagai macam peralatan seperti komposter, dan mesin pencacah sampah plastik.
Saat ini, Kota Magelang baru memiliki lima TPST yang tersebar di wilayah Jurangombo Utara, Tidar Selatan, Cacaban, dan Potrobangsan.
Jumarla (57), salah seorang fasilitator pengolahan sampah di Kelurahan Tidar Selatan, mengatakan, volume sampah di wilayahnya juga tergolong banyak, dengan sampah anorganik yang dihasilkan oleh warga satu RW saja, bisa mencapai satu ton per bulan.
Sampah anorganik tersebut, menurut dia, biasa dijual ke pengepul untuk selanjutnya didaur ulang. Namun, khusus untuk sampah organik, warga biasanya masih malas untuk mengolahnya menjadi pupuk.