Erupsi Masih Meninggi
”Dengan status Awas, Sinabung bisa meletus dalam skala cukup besar kapan saja. Kami minta warga mematuhi larangan memasuki zona merah,” kata Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Armen Putra.
Suplai energi
Armen menjelaskan, pada Selasa selama pukul 00.00 hingga pukul 18.00, aktivitas kegempaan Sinabung didominasi gempa guguran sebanyak 21 kali. Gempa ini menunjukkan kubah lava tidak stabil dan dapat runtuh menjadi awan panas guguran kapan saja. Hasil pengamatan terakhir, volume kubah lava mencapai 1,6 juta meter kubik. Namun, volume itu diperkirakan sudah berkurang setelah Sinabung meletus dahsyat, Senin, dengan melontarkan abu setinggi 5.000 meter. Letusan itu disertai awan panas guguran sejauh 4.900 meter ke arah tenggara-selatan serta 3.500 meter ke arah barat-selatan.
Selain gempa guguran, pada Selasa, gempa hibrida juga terjadi sebanyak tiga kali yang menandakan adanya proses pembentukan kubah lava. ”Gempa frekuensi rendah juga terjadi empat kali. Ini menunjukkan bahwa dapur magma Sinabung masih menyuplai energi dan fluida ke kawah gunung,” katanya.
Bupati Karo Terkelin Brahmana mengatakan, saat ini, mereka berfokus mengatasi dampak paparan abu vulkanis. Pemkab Karo bersama Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Kodim 0205 Tanah Karo mengerahkan mobil pemadam kebakaran dan kendaraan water canon untuk menyiram abu di jalan yang menumpuk 2-5 sentimeter.
Hujan pada Selasa sore hingga malam juga membuat lahar hujan meluap dari jalur lahar hujan ke jembatan di Desa Sukatendel, Kecamatan Tiganderket. Material lahar hujan berupa batu dan lumpur menumpuk di sekitar jembatan sepanjang 10 meter dan di jalan sekitarnya sehingga jalan itu tidak dapat dilalui. Warga dari Tiganderket yang hendak ke Kabanjahe harus melalui jalan alternatif di Desa Mardinding.
Bersihkan abu
Berdasarkan pantauan Kompas, warga di selatan Sinabung, khususnya di Kecamatan Payung, Tiganderket, dan Simpang Empat, ikut bergotong royong membersihkan jalan. Masyarakat juga naik ke atap rumah menyapu abu vulkanis yang menumpuk. Ada pula warga yang ke ladang khusus untuk menyeka abu dari daun tanaman yang masih bisa diselamatkan. Saat berada di luar rumah, warga umumnya mengenakan masker dan payung untuk menghindari paparan abu.
Kadis Pertanian Karo Sarjana Purba mengatakan, hasil pendataan sementara, sekitar 30.320 hektar ladang tersebar di delapan kecamatan di lingkar Sinabung mengalami rusak ringan, sedang, dan berat akibat terkena abu vulkanis. Delapan kecamatan itu adalah Payung, Tiganderket, Kuta Buluh, Munte, Tiga Binanga, Juhar, Laubaleng, dan Mardinding. Kerusakan juga terjadi di Kecamatan Simpang Empat, tetapi Pemkab Karo tak mendata karena ladang itu masuk zona merah. Selama ini zona itu dilarang adanya aktivitas, termasuk budidaya tanaman pertanian.
Para petani juga disarankan beralih dari tanaman hortikultura ke tanaman yang tahan abu vulkanis, seperti bawang, wortel, kopi, dan tanaman perkebunan lainnya. ”Namun, petani sulit mengganti jenis tanamannya karena telah lama menanam hortikultura untuk mendapat keuntungan besar,” ujar Sarjana.
Baskami boru Bangun (60), petani Desa Payung, Kecamatan Payung, Karo, mengaku rugi sekitar Rp 15 juta karena 5.000 tanaman cabai dan 3.000 tanaman jagung miliknya rusak total. ”Padahal tanaman cabai saya sudah mulai berbuah dan sedang menunggu panen. Modal saya habis semua tertimbun abu Sinabung,” katanya.