BANYUWANGI, KOMPAS — Peningkatan impor kakao yang melonjak 270 persen merupakan dampak produksi dalam negeri yang tidak dapat memenuhi kebutuhan industri. Pemanfaatan lahan yang kurang optimal dinilai menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi kakao nasional.
Pada 2016, impor kakao 61.000 ton. Namun, pada 2017, impor kakao menjadi 226.000 ton. Butuh upaya meningkatkan produksi kakao nasional agar impor kakao bisa ditekan.
Petani kakao Khoirudin Irsad (44) sekaligus Ketua Kelompok Tani Rehabilitasi Hutan Lindung Jambewangi mengatakan, dalam dua tahun terakhir terjadi penurunan produksi kakao. "Sebelum 2016, kebun kakao 1 hektar menghasilkan 1 ton biji kering. Dua tahun terakhir, 1 ha kebun kakao hanya menghasilkan 600- 700 kilogram biji kering," ujarnya di Banyuwangi, Selasa (20/2).
Menurut Khoirudin, curah hujan yang tinggi membuat buah cokelat lebih cepat busuk. "Hujan yang kerap turun pada tahap tumbuhnya bunga membuat kakao tidak berbuah. Kalau seperti ini, kami hanya bisa menunggu cuaca lebih baik," ujarnya.
Perbaikan budidaya
Menanggapi penurunan produksi kakao, Direktur Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia Jember Misnawi mengatakan, dibutuhkan perbaikan budidaya kakao secara nasional.
"Rata-rata produktivitas nasional hanya 700 kg per ha per tahun. Idealnya 2 ton per ha per tahun. Produksi kakao Indonesia stagnan cenderung turun, sementara kebutuhan kakao untuk industri meningkat," ujarnya.
Rendahnya produktivitas kakao, kata Misnawi, karena pemanfaatan lahan kakao tidak optimal. Populasi tegakan tanaman kakao di lahan tidak utuh lagi.
"Idealnya dalam 1 ha ada 1.000-1.600 tegakan tanaman. Namun, di beberapa perkebunan jumlah itu tidak tercapai. Padahal, jika 1 tegakan menghasilkan 1 kg, sekali panen bisa didapat 1,6 ton. Apabila satu tahun ada dua kali panen, produktivitas setahun bisa tembus 3 ton per ha," ujarnya.
Berkurangnya tegakan di lahan kakao dipengaruhi, antara lain, pemupukan tidak optimal serta banyak tanaman tua dan terkena penyakit. Penyakit yang membuat tanaman mati adalah jamur akar Rigidoporus microporus, Ganoderma pseudoferreum, dan Fomes lamaoensis, serta penyakit mati pucuk akibat Oncobasidium theobromae.
Kondisi itu diperparah musim hujan yang panjang tahun lalu. Akibatnya, banyak tanaman terserang busuk buah kakao. "Sebenarnya serangan busuk buah kakao bisa ditekan jika petani kakao memangkas tutupan tanaman untuk mengurangi kelembaban," kata Misnawi.
Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi berupaya menambah luasan lahan panen. Hasilnya, produksi kakao di Banyuwangi sedikit meningkat, kata Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Banyuwangi Ahmad Khoiri. (GER)