Menyantap Keheningan di Air Terjun Bawin Kameloh
Sinar matahari menembus celah-celah kanopi lebat pohon endemik di sekitar air terjun Bawin Kameloh, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Minggu (4/2). Empat pengunjung saat itu terdiam mendengar bunyi air jatuh diiringi kicauan burung enggang seakan diajak mendengar kearifan alam.
Jam menunjukkan pukul 13.30 WIB, tetapi terik matahari tak terasa di kulit. Kanopi-kanopi melindungi sepanjang perjalanan menuju lokasi air terjun.
Teduh. Hal itu membuat empat pengunjung air terjun menghabiskan waktu berjam-jam. Bahkan, ada di antara merekayang tertidur lelap di pendopo- pendopo yang ada di sekitar air terjun.
Airnya tak jatuh deras. Telaganya tidak bening seperti air terjun pada umumnya, tetapi coklat kehitaman seperti air kopi. Begitulah warna khas air dari ekosistem gambut yang ada di hutan tropis Kalimantan Tengah.
”Eksotis. Pertama kalinya saya lihat air terjun yang warna airnya agak hitam. Apalagi di sini tenang dan jauh dari kebisingan dan hiruk-pikuk kota. Ini membuat saya betah lama-lama di sini,” kata Indra Nugraha (28), seorang pengunjung asal Bandung, Jawa Barat.
Tak banyak yang dilakukan Indra. Sesekali ia mengambil ponselnya, lalu mengabadikan momen, tak lupa berswafoto. Ia hanya duduk, kadang berbaring. Mengecap air yang jatuh ke telaga, lalu kembali duduk sambil menerawang ke celah-celah pohon.
Kadang ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan sambil tersenyum. Pada saat yang sama, tiga pengunjung lainnya sibuk mencuci muka. Sesekali mereka berenang di telaga di bawah air terjun.
Cerita rakyat
Nama Bawin Kameloh tidak asing di telinga anak-anak suku Dayak. Nama itu kerap disebut sebagai tokoh mistis dalam berbagai cerita rakyat. Dalam bahasa Dayak Ngaju, Bawin Kameloh berarti gadis dengan kecantikan luar biasa.
Bawin Kameloh adalah ibu raja penguasa tanah Dayak yang kerajaannya dipercaya masih tersisa di Bukit Batu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Di lokasi itu juga terdapat telaga yang airnya tidak pernah kering. Telaga itu juga disebut telaga Bawin Kameloh.
Banyak orang percaya apabila seorang perempuan mencuci muka atau meneguk air dari telaga tersebut, kecantikannya akan terpancar, sementara kalau laki-laki, kewibawaannya akan terpancar.
Kepercayaan serupa juga dialami di air terjun Bawin Kameloh. Novia Adventy Juran (24), salah satu mahasiswa asal Kuala Kurun, mengatakan, cerita legenda Bawin Kameloh sangat dikenal masyarakat suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Banyak gadis ataupun wanita dewasa pergi ke sana karena penasaran dengan khasiat air terjun tersebut.
”Banyak orang bilang begitu, ya percaya enggak percaya. Tetapi, bagus juga kan supaya itu bisa jadi daya tarik turis dan punya nilai filosofi budaya juga,” kata Novi.
Setiap kali pulang kampung, Novi berusaha mampir ke Taman Hutan Raya (Tahura) Lapak Jaru, baik untuk menikmati air terjun maupun menikmati kanopi-kanopi yang dibentuk pepohonan di sekitar air terjun.
Kawasan konservasi
Air Terjun Bawin Kameloh merupakan satu dari empat air terjun yang ada di Tahura Lapak Jaru, Kabupaten Gunung Mas. Air terjun ini merupakan yang paling mudah dijangkau dibandingkan tiga lainnya. Selain karena jarak yang lebih dekat, pengunjung bisa menggunakan motor untuk menuju lokasi.
Tahura Lapak Jaru hanya berjarak sekitar 2 kilometer (km) dari pusat kota Kuala Kurun, ibu kota Kabupaten Gunung Mas. Begitu melewati pintu gerbang utama, pengunjung bisa langsung menuju kantor pengelola tahura.
Dari kantor itu ke lokasi air terjun hanya membutuhkan waktu 15 menit naik motor atau sekitar 40 menit jalan kaki. Jalan kaki memakan waktu lebih banyak karena kondisi jalan yang mendaki dan menurun.
Selain menjadi tempat wisata, kawasan ini merupakan kawasan konservasi alam di mana di dalamnya terdapat begitu banyak flora dan fauna khas Kalimantan.
Kepala Dinas Kehutanan dan Pertanahan Kabupaten Gunung Mas Rody Ariston Robinson mengungkapkan, kawasan Tahura Lapak Jaru dibuka sejak 2016 lalu melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.240/ Menlhk/Setjen/PKTL.2/3/2016.
Sebelum menjadi tahura, sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hak pengusahaan hutan (HPH) sebuah perusahaan kayu pada tahun 1990.
”Lokasi tahura dibentuk untuk melindungi ekosistem yang ada di dalamnya. Selain itu, potensi wisata juga sangat tinggi,” kata Rody.
Ia menjelaskan, beberapa tahun belakangan, pemerintah daerah gencar-gencarnya membuat program penanaman pohon endemik hutan tropis di lokasi tahura. Hal itu terlihat di sepanjang jalan menuju air terjun Bawin Kameloh masih terpasang papan-papan nama penanam pohon.
Pohon-pohon endemik yang ada di tempat ini biasa menjadi pusat pendidikan alam untuk anak sekolah di sekitar Gunung Mas atau tempat penelitian para peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri.
Beberapa tanaman yang menjadi andalan antara lain ulin (Eusideroxylon zwageri), meranti (Shorea sp), kruing, tengkawang, jelutung, dan beragam jenis anggrek. Kalau beruntung, pengunjung bisa melihat sarang orangutan yang baru ditinggalkan di pohon-pohon itu
Di kawasan seluas 4.119 hektar (ha) tersebut, terdapat 422 spesies tumbuhan, yang 113 di antaranya merupakan jenis endemik Kalimantan yang dilindungi. Juga 88 jenis burung, 13 mamalia, dan 16 binatang melata. Kekayaan itu yang menjadikan Tahura Lapak Jaru sebagai kawasan ekowisata potensial.
Kalau beruntung, pengunjung bisa bertemu orangutan liar yang ada di tahura. Bahkan, di sekitar air terjun kerap terlihat sarang- sarang orangutan yang baru saja ditinggali.
”Untuk pengunjung, saat ini masih gratis, belum kami pungut bayaran. Menurut rencana, setelah perda tahura keluar, baru akan kami kenakan tarif. Ini bisa menjadi potensi pemasukkan daerah,” kata Rody.
Patut dijaga
Pengelola tahura dan pemerintah daerah saat ini sedang menghadapi berbagai macam masalah dalam menjaga Tahura Lapak Jaru. Selain karena keistimewaan air terjun dan hutannya yang asri, wilayah tahura juga memiliki potensi emas untuk ditambang.
Beberapa waktu lalu, jalan bekas HPH yang pernah beroperasi di wilayah tahura dibersihkan kembali. Bahkan, petambang emas juga membuka jalan baru di bagian timur tahura. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pengelola tahura untuk menjaganya.
Rody mengatakan, dari 14 kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Tengah, hanya Kabupaten Gunung Mas yang memiliki dinas kehutanan. Hal itu terjadi karena hanya kabupaten ini yang memiliki tahura.
”Memang sudah tugas kami menjaganya,” kata Rody.
Wilayah tahura sampai saat ini menjadi incaran sejumlah petambang emas ilegal ataupun legal. Rody hanya berharap wilayah konservasi tidak dirusak dan bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat Gunung Mas pada umumnya.
Kearifan alam di Kalimantan Tengah memang kerap diganggu dengan kilauan tambang emas atau keuntungan perkebunan. Namun, kecantikan dan kearifan alam tak akan tergantikan oleh hal itu.
Sebelum kembali ke kebisingan Jakarta, Indra mengatakan kepada dirinya sendiri, ia akan kembali ke Tahura Lapak Jaru dan air terjun Bawin Kameloh. ”Sangat menarik kalau saja bisa tinggal di sini,” ujarnya.