Panjang Payang Umumnya 50 Meter
LAMONGAN, KOMPAS – Payang yang dikategorikan jenis jaring cantrang di Lamongan, Jawa Timur umumnya sepanjang 17-50 meter. Sementara armada tangkap nelayan umumnya jenis perahu klothok atau mesin tempel dan kapal maksimal berukuran 30 GT. Nelayan juga masih menunggu pendataan dan pengukuran ulang terkait kapal dan jenis alat tangkap yang digunakan.
Mulyono (49), nelayan Paciran, menuturkan kapalnya berukuran 28 GT (gros ton). Ia biasanya bisa membawa pulang 10-12 ton ikan sekali melaut dalam waktu 10-15 hari. “Itu pun dengan menggunakan payang. Kalau dilarang ya tidak melaut,” ujarnya.
Tasrip (58), nelayan di Brondong menyatakan para nelayan umumnya tidak persis ukuran kapalnya. “Selama ini surat yang diterbitkan sepertinya dipukul rata saja. Kami tak paham, ukurannya berapa diperkirakan saja. Kami tak tahu apa itu GT yang penting melaut. Tak sampai seminggu izin beres,” katanya.
Kastolan (52), nelayan lainnya berpendapat selama ini proses perizinan ada yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Lamongan, ada yang diterbitkan Provinsi Jawa Timur. “Kalau di Lamongan tidak perlu mengurus ke pusat karena ukuran kapal kecil-kecil,” katanya.
Jenis payang yang dikategorikan cantrang yang digunakan di Lamongan, ada sepanjang 12 depa (sekitar 17 meter), dan yang terpanjang hanya sekitar 100 meter, tapi umumnya sekitar 50 meter. “Harusnya pemerintah tidak memukul rata, perlu dicek satu-satu tiap daerah perkampungan nelayan terkait jaring yang dipakai. Ukuran tiap daerah tentunya beda,” ujarnya.
Permudah izin kapal
Nelayan juga berharap pengurusan dan penerbitan perizinan kapal tangkap untuk nelayan dipermudah. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Aliansi Nelayan Indonesia (ANI) Lamongan Agus Muljono menyatakan pemerintah seharusnya juga bercermin terkait layanan kepada nelayan.
Kewenangan penerbitan izin kapal lebih 80 GT(gros ton) ke pemerintah pusat,serta 30-80 GT di provinsi menyulitkan nelayan. Nelayan Lamongan memilih kapal kurang dari 30 GT agar tidak ribet mengurusnya “Intinya nelayan butuh bekerja, tidak mau menunggu lama,” katanya.
Menurut Agus, pemerintah perlu mengkaji dan mencoba sendiri apakah jenis payang di Lamongan merusak atau tidak. Biar kebijakan tidak dipukul rata. “Kalau ada alat tangkap yang hasilnya bisa lebih banyak dari payang yang saat ini digunakan, tentu nelayan dengan sendirinya mudah beralih,” katanya.
Tokoh nelayan Belimbing, Kecamatan Paciran, Sudarlin, menambahkan jaring payang sudah dipakai nelayan Lamongan secara turun temurun. Pemerintah hanya perlu mengatur, jenis alat tangkap, ukuran kapal dan jangkauan nelayan.
Buku kapal perikanan, dokumen surat izin usaha penangkapan ikan (SIUP), dokumen surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan dokumen surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI) diterbitkan pihak terkait mulai pihak Syahbandar, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Seharusnya urusan itu dipermudah. Cuaca ekstrem saja sering membuat nelayan tidak melaut. Janganlah ditambah lagi habis waktu untuk urusan administrasi,” kata Sudarlin.
Nelayan Lamongan mengusulkan alat tangkap disesuaikan jenis ikan yang ingin ditangkap, kapasitas perahu (kapal) dan jangkauan daya jelajah kapal. Nelayan yang hanya menjaring udang rebon dan ikan teri nasi tentunya berbeda dengan nelayan yang menangkap ikan tongkol, bawal dan ikan pari.
Nelayan yang hanya menggunakan perahu klothok dengan jangkauan 10 mil juga beda dengan yang menjelajah hingga lebih 100 mil. Monaji, nelayan di Lohgung, Kecamatan Brondong, pada prinsipnya, dia setuju pemerintah melarang penggunaan jaring cantrang karena mengancam keberlanjutan populasi ikan.
Tetapi, melarang dan sekedar mengganti alat tangkap juga tidak mudah karena nelayan butuh penyesuaian. Bagi Wardhani, nelayan di Blimbing, Kecamatan Paciran, melarang begitu saja tidak memberikan jalan keluar.
Mengubah kebiasaan dengan mengganti alat tangkap juga sulit. Ia mencontohkan di pangkalan Weru yang berbatasan dengan Gresik bantuan alat tangkap malah dijual karena nelayan sudah terbiasa menggunakan jaring jenis cantrang atau payang.
Nelayan di Kranji, yang kebanyakan menggunakan jenis jaring pursin (kursin) mendukung pelarangan penggunaan cantrang sesegera mungkin untuk menjaga populasi ikan. Penggunaan cantrang bisa mematikan ikan yang masih kecil-kecil.
Samuji, salah seorang nelayan menuturkan semakin lama nelayan semakin sulit mencari ikan. “Cantrang dan pukat harimau selain merusak populasi ikan juga bisa merusak alat tangkap nelayan lainnya. Itu rawan memicu konflik nelayan,” katanya.
Penggunaan cantrang di sekitar pantai bisa mengancam ekosistem perairan dangkal dan merusak terumbu karang. “Bibit atau telur ikan bisa rusak. Dampaknya jangka panjang nelayan bisa semakin sulit mencari ikan,” ujar Samuji.
Pemerintah dan nelayan harus menyamakan persepsi yang dimaksudkan sebagai jaring cantrang. “Apakah jenis payang di Lamongan yang terdiri dari kantung panjang 2 meter serta badan dan sayap jaring sepanjang kurang lebih 50 meter yang ditarik tali sepanjang 750 meter termasuk cantrang yang dilarang. Harusnya cukup diatur untuk menjaga populasi ikan,” ujar Sudarlin.
Ia menambahkan pengaturan waktu menangkap dan wilayah tangkap ikan bisa diterapkan bukan sekedar melarang payang. Jenis payang bisa cukup diatur dengan mata jaring diatur paling kecil 2 inchi. “Saat musim ikan bertelur, nelayan tidak boleh menggunakan payang. Ketika ikan sudah besar, penggunaan cantrang khusus di perairan dalam,” paparnya.
Secara teknis untuk beralih alat tangkap tak semudah yang dibayangkan karena menyangkut modal dan hajat hidup keluarga nelayan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lamongan sekitar 60 persen nelayan Lamongan menggunakan alat tangkap jenis pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seins net), dogol, payang (cantrang). Jumlah nelayan di Lamongan mencapai 19.030 orang dengan armada tangkap 3.344 unit dan alat tangkap 3.825 unit didukung lima Tempat Pelelangan Ikan.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Lamongan Hendro menuturkan hingga saat ini belum ada pembaruan data nelayan dan alat tangkapnya. Rencananya akan da penggantian kapal dengan berat kurang dari 10 GT (gros ton), sedangkan kapal di atas 10 GT akan diarahkan mendapat bantuan modal dari perbankan.
Di Lamongan nelayan di Sidokumpul menerima bantuan jaring gillnet millenium sebanyak 84 unit pada 2016, sedangkan nelayan di Kranji menerima 18 unit pada 2017. “Pergantian cantrang tidak perlu modifikasi, hanya harus memotong jaring menjadi tiga bagian karena perairan Lamongan perairan dangkal,” papar Hendro.
Bupati Lamongan Fadeli berpendapat karena mengubah kebiasaan nelayan tidak mudah, siklus perkembangbiakan ikan harus dijaga. Dalam menangkap ikan perlu diputus satu siklus, nelayan tidak melaut sekitar 2-3 bulan untuk memberi kesempatan ikan tumbuh dan berkembang besar.
Sayangnya, upaya mengalihkan nelayan perikanan tangkap ke perikananan budidaya di masa senggang pun tidak gampang. Selain terkendala modal, membudidayakan ikan butuh kemampuan teknis karena bukan sekedar mengambil dari alam sebagaimana melaut.