JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 353 perajin noken, tas tradisional khas Papua, masih terkendala modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini membuat upaya pemasaran noken yang memiliki potensi pasar besar di luar negeri terhambat.
Ketua Asosiasi Perajin Noken Papua Merry Dogopia di Jayapura, Rabu (21/2), mengatakan, sebanyak 353 perajin yang tergabung dalam Asosiasi Perajin Noken Papua masih hidup dalam kondisi memprihatinkan. Sebanyak 90 persen dari 353 perajin itu masih berjualan di emperan sejumlah ruas jalan di Sentani hingga Kota Jayapura.
Padahal, noken adalah salah satu kebudayaan khas Indonesia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai warisan budaya tak benda dunia.
”Sudah berulang kali organisasi kami diundang untuk mengikuti festival kesenian di luar negeri, seperti Afrika Selatan dan Amerika Serikat. Namun, kami tak pernah memenuhi undangan tersebut karena terkendala biaya,” kata Merry.
Ia menuturkan, para perajin telah berulang kali mengajukan permohonan kredit ke sejumlah bank di Jayapura. Namun, sering kali para perajin dipersulit dengan banyak persyaratan.
”Kami sangat membutuhkan bantuan modal untuk membeli bahan baku benang dan kulit kayu yang didatangkan dari sejumlah kabupaten di pegunungan Papua. Dengan modal itu juga, kami bisa menyewa tempat untuk dijadikan sebagai galeri hasil kerajinan noken,” tutur Merry.
Yuliana Douw, salah satu perajin noken, mengungkapkan, semakin banyak perajin bermodal besar dari luar Papua yang berjualan noken di Papua. Akibatnya, kerajinan noken buatan para perajin setempat sulit terjual.
”Kami membutuhkan perlindungan dari pemerintah daerah. Saat ini jumlah pembeli noken dari perajin asli Papua terus menurun. Dalam seminggu, kami hanya mendapatkan Rp 100.000,” ucap Yuliana.
Wakil Wali Kota Jayapura Rustam Saru, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya berkomitmen membantu para perajin noken agar bisa mengembangkan usahanya pada tahun ini. Salah satu upaya itu adalah pemberian bantuan modal usaha bagi para wirausaha asli Papua melalui anggaran otonomi khusus.
”Namun, kami akan menyeleksi penerima bantuan tersebut agar tepat sasaran,” kata Rustam.