NUSA DUA, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengingatkan seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD agar mewaspadai kecenderungan meningkatnya ancaman bencana dari tahun ke tahun. Gejala peningkatan bencana salah satunya terdeteksi dari gempa bumi yang pada 2010 tercatat di 110 titik, bertambah menjadi 255 pada 2017.
Kepala BNPB Willem Rampangilei pun mengingatkan pemerintah daerah agar menyiapkan antisipasi menghadapi kerawanan bencana di setiap wilayah.
”BNPB memiliki data lengkap mengenai tingkat risiko dan ancaman di seluruh provinsi yang mampu mendukung analisis risikonya untuk pembangunan. Sayangnya, data ini belum dimanfaatkan sebagai referensi penyusunan rencana tata ruang,” kata Willem di Rapat Kerja Nasional Penanggulangan Bencana BNPB di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (21/2).
Menurut Willem, analisis bencana penting guna mengurangi risiko, dan kebutuhan untuk menjadi daerah tangguh dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana. Harapannya, pembangunan makin tertata dan meminimalisasi warga sebagai korban.
Karena itu, ia berharap BNPB dan BPBD bersemangat mengajak pemerintah di daerah untuk memahami risiko bencana. Sesuai data BNPB, selama 2017 tercatat 2.377 bencana, turun dibandingkan pada 2016 yang sebanyak 2.384 kasus. Korban jiwa (meninggal) berkurang dari 2016 terhitung 561 jiwa menjadi 377 jiwa pada 2017.
Tahun ini, Bappenas bersama BNPB menyusun rencana induk penanggulangan bencana (RIPB) 2015-2045. RIPB ini dapat digunakan seluruh lembaga kementerian sebagai implementasi terkait penanggulangan bencana.
Perencana Utama Madya Bappenas, Suprayoga Hadi, menghitung kerugian negara per tahun karena bencana sekitar Rp 30 triliun. Ke depan, ia berharap anggaran untuk mengantisipasi ancaman kebencanaan atau pra-bencana adalah investasi, bukan beban. Pemerintah daerah, menurut dia, punya tanggung jawab besar dalam penanggulangan bencana, termasuk melibatkan dunia usaha.
Kamis (22/2), BNPB memberikan penghargaan kepada 28 media cetak, daring, televisi, dan radio. Harian Kompas termasuk dalam daftar penerima penghargaan. Pemberian ini merupakan apresiasi BNPB kepada media yang berpartisipasi mengedukasi masyarakat mengenai bencana hingga penanggulangannya.
Banjir dan tanah longsor
Dari Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat, dilaporkan, banjir dan tanah longsor terus terjadi di kedua wilayah itu. Kondisi ini diprediksi masih berlanjut seiring puncak musim hujan pada akhir Februari nanti.
Hingga Rabu (21/2) sore, banjir setinggi 30 sentimeter masih menggenangi permukiman Desa Wanakaya dan Desa Jatimerta, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon. Wilayah itu setidaknya sudah tiga kali terendam pada bulan ini.
Sehari sebelumnya, sebanyak 400 rumah di Desa Ciuyah, Kecamatan Waled, Cirebon, juga terendam hingga 1 meter. Sekretaris Desa Ciuyah Sutara mengatakan, selain curah hujan yang tinggi, penyebab banjir adalah jebolnya tanggul di Blok III akibat luapan Sungai Ciberes. ”Mudah-mudahan banjir kedua ini yang terakhir. Aktivitas warga terganggu karena mereka harus membersihkan rumah. Bahkan, ada yang mengungsi ke kantor desa, musala, dan rumah kerabat,” ujar Sutara.
Di Kelurahan Kecapi, Kalijaga, dan Pekiringan, Kota Cirebon, Selasa malam, juga kembali terendam banjir. Sebanyak 1.098 jiwa terdampak. ”Ini banjir keempat kali sejak 9 Februari. Kami sudah memberikan bantuan makanan dan obat-obatan,” ujar Kepala Kantor Bencana Alam Kota Cirebon Agung Sedijono. (AYS/IKI)