MANADO, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara menahan Kepala Dinas Sosial atau Kadinsos Kabupaten Sitaro Snewitje Katiandago (58) atas dugaan korupsi dana alokasi khusus tahun 2012. Modus korupsinya, memaksa kepala sekolah memberikan 10-15 persen dari dana yang diterima.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulut Mangihut Sinaga di Manado, Rabu (21/2), mengatakan, penahanan terhadap Snewitje atas jabatannya sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sitaro pada 2012. Snewitje diperiksa jaksa penyidik di Kejati Sulut sebelum ditahan di Rutan Malendeng. Snewitje mengatakan, penahanan itu sebagai risiko pekerjaan. ”Saya akan buktikan di pengadilan,” katanya.
Menurut Mangihut, pihaknya memiliki bukti keterlibatan tersangka dalam kasus dana alokasi khusus (DAK) tahun 2012 yang diterima Kabupaten Sitaro sebesar Rp 15 miliar. Negara dirugikan Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar atas korupsi tersebut.
Bupati Sitaro Tonny Supit menyerahkan kasus Snewitje kepada aparat hukum. Sebagai atasan tersangka, dirinya menghormati proses hukum. Kasus itu sudah diperiksa pada 2015.
Mei 2015, Kejati Sulut telah menahan dua pejabat di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sitaro, yaitu Sekretaris Dinas Denny Kabuhung (53) dan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Menengah Jayen Posumah (47). Keduanya kini menjalani hukuman dua tahun dan lima tahun penjara.
Saksi ungkap keributan
Saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Provinsi Jambi, Rabu, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Peralatan dan Perbekalan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi Wasis Sudibyo (57) menyatakan, keributan sempat mewarnai rapat pembahasan, dua pekan jelang pengesahan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018, akhir November 2017.
Namun, belum disimpulkan bahwa perselisihan dalam rapat berdampak pada mengucurnya uang ketok palu bagi 50 anggota Dewan.
Wasis mengatakan, keributan itu ia lihat sewaktu mengikuti rapat panitia pembahasan anggaran Dinas PUPR di DPRD Provinsi Jambi. ”Sempat ribut antara Ketua Fraksi PKB dan Ketua Dewan,” ujarnya.
Sidang dengan majelis hakim yang dipimpin Badrun Zaini itu terkait kasus uang ketok palu pengesahan APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018. Ketiga terdakwa dalam kasus itu adalah mantan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Erwan Malik; Asisten III Sekda, Saifudin; dan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Arfan.
Menurut Wasis, keributan itu terkait desakan anggota Dewan untuk memasukkan aspirasi program dan proyek dari daerah pilih. Rapat panitia anggaran akhirnya disudahi dengan sejumlah catatan. ”Tapi, saya tidak tahu (isi catatan),” ujarnya.
Wasis mengakui rumahnya dijadikan posko uang ketok palu setelah mendapatkan perintah dari atasan, Arfan. Menurut Wasis, sebelum terjadi operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dua pegawai dinas PUPR datang ke rumahnya. Mereka membawa lima kardus berisi uang. Uang dibawa ke lantai dua rumahnya, selanjutnya dibagi-bagikan kepada anggota Dewan untuk memuluskan pengesahan APBD.
Dalam sidang itu, tim jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin Trimulyono mendatangkan empat saksi. Selain Wasis, saksi lain adalah sopir dinas Arfan bernama Frend Nandes (39) serta dua pegawai Sekretariat DPRD Provinsi Jambi, Emi Nopisah (56) dan Hepi Nayu Areni (37). (ZAL/ITA)