SIDOARJO, KOMPAS — Gelombang relokasi industri berpotensi berlanjut karena iklim usaha kalah kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Tingginya biaya tenaga kerja belum sebanding dengan peningkatan produktivitas sehingga menurunkan daya saing produk yang dihasilkan.
Salah satu industri yang berpotensi melakukan relokasi usaha ke luar negeri adalah produsen alas kaki. Alasannya, industri manufaktur ini bersifat padat karya sehingga ongkos tenaga kerja menjadi beban terbesar dalam kegiatan produksi.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur Winyoto Gunawan mengatakan, kinerja industri alas kaki hingga Februari 2018 masih stagnan. Tahun lalu, penjualan di pasar lokal turun hingga 50 persen karena gempuran produk impor asal China. Sementara penjualan ekspor turun 10 persen karena ekonomi global belum pulih betul. ”Sejumlah pabrik telah mengurangi jam operasional, misalnya dari tiga shift menjadi dua shift. Sedikitnya tiga pabrik penanaman modal asing di Kabupaten Jombang telah mengalihkan produksinya ke luar negeri,” kata Winyoto, Rabu (21/2).
Seperti diberitakan, industri alas kaki PT Ecco Indonesia yang mempekerjakan 7.500 karyawan mengalihkan produksinya secara bertahap ke Vietnam awal 2018. Mereka telah membangun pabrik dengan kapasitas produksi persis dengan pabrik di Indonesia. Penyebabnya, beban biaya produksi tinggi karena kenaikan upah minimal dan upah sektoral setiap tahun, (Kompas, 21/2).
Sebagai gambaran, UMK Sidoarjo pada 2018 sebesar Rp 3.577.428,68 per bulan, naik 8,71 persen dari 2017, Rp 3.290.800 per bulan. Adapun upah sektoral Sidoarjo 2018 mencapai 9 persen dari UMK. Upah di Vietnam lebih murah Rp 1 juta per bulan.
Menurut Winyoto, iklim usaha pada negara-negara di Eropa Timur, misalnya, yang tengah giat membangun industri termasuk alas kaki, memberikan beragam kemudahan investasi bagi investor dan imbalan berupa cash back investment.
Kehadiran industri ini juga berpotensi semakin menggerus pasar ekspor Indonesia di Eropa Barat karena biaya pengiriman dari Eropa Timur jauh lebih murah. Eropa Barat dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor produk alas kaki Indonesia.
Sementara itu, di Vietnam, selain upah pekerja lebih murah, pemerintahnya juga memberikan insentif kepada importir di negara tujuan ekspor, seperti Eropa, dalam bentuk pembebasan pajak impor. ”Produk alas kaki asal Indonesia yang masuk ke Eropa dikenai pajak impor sekitar 4,8 persen. Sementara produk dari Vietnam tidak dikenai pajak impor,” kata Winyoto.
Menurut dia, Aprisindo Jatim telah mengusulkan skema pengupahan khusus bagi industri alas kaki karena berperan strategis menciptakan lapangan kerja. Namun, alih-alih usulan itu diterima, Pemerintah Provinsi Jatim justru menetapkan UMK dan upah minimum sektoral kabupaten 2018 sepihak, tanpa mendengar aspirasi pelaku usaha.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah telah meminta PT Ecco Indonesia tetap bertahan. Permintaan itu disampaikan langsung kepada Presiden Direktur PT Ecco Indonesia saat acara penandatanganan MOU antara Pemkab Sidoarjo dan PT Ecco Indonesia tentang pemanfaatan lahan dan bangunan untuk pos pemadam kebakaran unit Candi, Selasa.
Kadis Perindustrian dan Perdagangan Jatim Ardi Prasetiawan berjanji memberi perhatian kepada industri alas kaki agar tetap eksis. Dia juga berkoordinasi dengan bea dan cukai guna membantu kelancaran impor bahan baku. (NIK)