SEMARANG, KOMPAS — Muatan berlebih, ketidakterampilan sopir, dan kendaraan berusia tua menjadi tiga penyebab utama kecelakaan angkutan barang dan bus di jalan raya. Untuk itu, standar kelaikan kendaraan yang beroperasi di jalan raya mesti diperketat dan diberi sanksi keras bagi para pelanggar.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kamis (22/2), pada diskusi grup terarah bertema ”Mengungkap Kegagalan Sistem Pengereman pada Kendaraan Angkutan Umum di Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas”, Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, bahkan pada 2010, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan di jalan raya mencapai 31.234 orang. Kerugian ditaksir mencapai Rp 205 triliun atau sekitar 2,9 persen dari total produk domistik bruto Indonesia.
”Kondisi sejumlah infrastruktur jalan memang berbahaya. Misalnya di Bawen, Subang, dan Karangploso Malang. Kejadian kecelakaan di lokasi itu selalu memakan korban penumpang yang meninggal cukup banyak,” jelasnya.
Dari hasil investigasi KNKT terhadap sejumlah kecelakaan yang disebabkan oleh kegagalan sistem pengereman, banyak ditemukan fakta mengejutkan. Misalnya, selang rem telah dimodifikasi atau selang diganti dengan yang berkualitas rendah. Selain itu, kampas rem yang sudah tipis hingga rem tidak berfungsi akibat beban muatan melebihi tonase.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Sugi Purnoto mengemukakan, tiap kecelakaan yang melibatkan angkutan barang tentu tidak bisa hanya menyalahkan pengemudi semata. Harus diakui, truk-truk angkutan barang yang beroperasi di jalan raya rata-rata usianya sudah lebih dari 10 tahun. Bahkan, di Jawa Tengah masih dijumpai truk kargo buatan 1971 beroperasi di jalan.
”Faktor kendaraan truk kargo itu sendiri penting. Mestinya, truk kargo yang beroperasi di jalan raya dibatasi, maksimal 10-15 tahun harus diremajakan dengan armada baru. Truk yang sudah tua akan menimbulkan masalah terkait dengan keselamatan pengemudi ataupun pengguna jalan lainnya,” ujar Sugi.
Truk-truk angkutan barang yang beroperasi di jalan raya, rata-rata usianya sudah lebih dari 10 tahun. Bahkan, di Jawa Tengah masih dijumpai truk kargo buatan 1971 beroperasi di jalan.
Faktor kedua adalah muatan barang itu sendiri. Apabila ada kecelakaan angkutan barang, terlebih ada indikasi kegagalan sistem pengeremen, dipastikan 90 persen penyebab akibat muatan melebihi kapasitas. Kelebihan muatan itu bisa dua, yakni kelebihan beban atau kelebihan dimensi.
Oleh karena itu, untuk mengejar keuntungan dan menghemat biaya transportasi, banyak pengusaha memodifikasi armada truknya dengan bak truk lebih lebar supaya bisa dimuati barang lebih banyak. Ada truk kapasitas 11 ton, bisa juga saat mengangkut barang tambah menjadi bobot 30 ton, hal ini sudah biasa. Ketika muatan overload dipastikan fungsi sistem pengereman terbebani sehingga terjadi malafungsi.
Kemudian ada pula faktor pengemudi yang sebagian di antaranya masih nekat. ”Faktor lain yang tidak kalah adalah perawatan kendaraan. Mestinya, pengusaha yang memiliki armada lebih dari lima truk harus punya teknisi khusus atau punya bengkel resmi yang menjadi langganan perawatan armadanya,” ujar Sugi.