BANDA ACEH, KOMPAS — Pengelolaan kawasan hutan ekosistem Leuser jangan sampai menafikan keberadaan masyarakat penyangga. Warga setempat perlu diberdayakan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari kewajiban menjaga dan melindungi hutan. Tanpa upaya peningkatan kesejahteraan, ancaman perusakan hutan sulit dicegah.
Hal itu mengemuka dalam seminar bertema ”Optimalisasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser dan Menekan Laju Kerusakan Hutan” di Banda Aceh, Aceh, Rabu (21/2). Seminar ini digelar Pusat Penelitian Pengembangan Kebijakan Aceh.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, pengelolaan hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) jangan sampai menafikan keberadaan warga setempat. ”Mereka harus mendapat manfaat. Mereka harus dilibatkan, masyarakat tahu cara mengurus hutan, namun tidak mendapatkan kepercayaan,” kata Wiratno.
Ia mengatakan, KEL bukan wilayah terlarang yang tidak boleh dijamah sama sekali. Justru sebaliknya, hutan seharusnya menjadi sumber penghidupan bagi warga tanpa merusak fungsinya. ”Melalui perhutanan sosial, masyarakat ikut terlibat dalam mengelola KEL. Konsepnya kemitraan, masyarakat bekerja sama dengan pemerintah,” ujar Wiratno.
Dengan konsep pengelolaan hutan kemitraan, warga dapat mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti madu, dan menanam pohon berbuah atau menjadikan kawasan ekowisata. Aceh memiliki potensi sekitar 700.000 hektar yang dapat dijadikan perhutanan sosial, hutan kemasyarakatan, atau hutan adat.
KEL merupakan hutan hujan tropis dan daerah tangkapan air. KEL menjadi rumah bagi spesies langka, seperti gajah, orangutan, badak, harimau, dan ratusan satwa lain.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Saminuddin mengatakan, KEL boleh dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan tata ruang. Bahkan, area penggunaan lain dapat digunakan untuk kawasan perkebunan. Pemerintah juga memberikan akses kepada warga setempat untuk mengelola hutan, tetapi harus sesuai prosedur. ”Kemiskinan di Aceh masih tinggi. Seharusnya pembangunan di sektor kehutanan dapat menekan angka kemiskinan,” ujar Saminuddin.
Namun, Bupati Aceh Tamiang Mursil menyatakan, sejauh ini belum ada program dari pemerintah pusat untuk melibatkan warga di KEL dalam mengelola hutan yang ada. ”Jangan salahkan warga jika mereka merambah hutan karena selama ini tidak ada program pemberdayaan buat mereka,” ujarnya. (AIN)