SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, memberhentikan Hanafi (54), pegawai negeri sipil yang menjabat sebagai Lurah Bubutan, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Dia diduga melakukan pungutan liar kepada pedagang kaki lima sejak 2012.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Fikser, Jumat (23/2) di Surabaya, mengatakan, Hanafi diberhentikan sejak akhir Desember 2017. Tindakan tersebut diambil setelah mendapat laporan dari Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak yang menangkap oknum lurah tersebut melakukan pungutan liar (pungli) kepada pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Jalan Perak Barat, Surabaya.
”Pemkot Surabaya tidak memberikan toleransi kepada PNS yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan kriminal,” kata Fikser.
Sejak tertangkap tangan oleh aparat Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada 21 Desember 2017, Hanafi sudah tidak diberikan jabatan. Dia diminta fokus mengurusi masalah hukum yang membelitnya sembari menunggu proses pemberhentian sebagai PNS selesai.
Kepala Polres Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Ronny Suseno mengatakan, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2017, polisi baru melakukan penahanan kepada Hanafi pada Kamis (22/2).
”Kami melakukan penyelidikan sampai selesai berkas perkara karena khawatir tidak bisa selesai dalam 40 hari. Sekarang berkasnya sudah P21 dan siap diserahkan ke kejaksaan,” katanya.
Tersangka diketahui melakukan pungli kepada sekitar 100 pedagang kaki lima yang berjualan di Jalan Perak Barat. Pungli tersebut dilakukan tersangka sejak 2012 ketika menjabat Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum Kecamatan Krembangan.
Aksi tersebut terus berlanjut meskipun tersangka dipindahkan ke jabatan lain di wilayah lain sebagai Lurah Bubutan, Kecamatan Bubutan, pada 2016. ”Setiap PKL yang berjualan diwajibkan menyetor uang sebesar Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per bulan kepada tersangka,” kata Ronny.
Modus yang digunakan adalah tersangka memberikan surat edaran kepada PKL yang berisi larangan berjualan di kawasan tersebut karena melanggar peraturan daerah. Jika ingin tidak ada penertiban, setiap PKL harus membayar uang Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per bulan kepada tersangka.
Dari penangkapan yang dilakukan pada 21 Desember 2017, polisi menyita barang bukti, antara lain uang senilai Rp 1.080.000, surat edaran dengan kop Kecamatan Krembangan, dan daftar pedagang yang membayar pungutan kepada tersangka.