BOJONEGORO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menetapkan status Darurat Banjir luapan Sungai Bengawan Solo dan anak-anak sungainya. Pada Jumat (23/2) pukul 17.00, level Bojonegoro siaga merah.
Pintu-pintu keluar air di perkotaan, mulai Jetak hingga Banjarrejo, telah ditutup sejak pukul 14.30 guna mengantisipasi peningkatan debet air Bengawan Solo. Penutupan melibatkan tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah, TNI, Polri, dan relawan.
Bupati Bojonegoro Suyoto meminta semua warga siaga menghadapi banjir. Ada sekitar 1.194 rumah dan 3.000 hektar yang bisa terendam. ”Anak-anak perlu diawasi, jangan sampai ada korban,” katanya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bojonegoro Andik Sudjarwo menyatakan, sejumlah warga di Kecamatan Bojonegoro Kota, Dander, Malo, dan Trucuk mulai mengungsi di rumah kerabat, gedung serbaguna, dan tempat yang disiapkan pemerintah. Warga juga mengungsikan ternak mereka ke tanggul, seperti di Ngablak dan Ngulanan, Dander.
Seorang warga Ngablak, Triyono (58), mengatakan, air mulai menggenangi rumahnya sekitar pukul 07.00. Setelah itu, pukul 12.00, air sudah setinggi 1 meter lebih di dalam rumahnya. ”Kami khawatir seperti banjir besar tahun 2007-2008. Banjir berlangsung dua pekan,” ujarnya.
Banjir dan tanah longsor juga masih menjadi ancaman keselamatan warga Jatim barat daya, yakni Pacitan, Ponorogo, dan Trenggalek. Di Ponorogo, hingga Jumat, Tim SAR Terpadu masih mencari Samsi (24) di Sungai Mancaan. Korban hanyut dan tenggelam pada Rabu (21/2) sore saat memancing ikan bersama tiga rekannya. Samsi tenggelam justru setelah berhasil menyelamatkan rekannya yang terseret arus Sungai Mancaan.
”Korban belum kami temukan,” ujar Kapolres Ponorogo Ajun Komisaris Besar Suryo Sudarmadi yang dihubungi dari Surabaya. Pencarian dan pertolongan oleh SAR terhalang arus deras sungai yang juga dipenuhi sampah domestik, rumpun bambu, serta pohon-pohon yang tumbang dan hanyut.
Dua siswa SMP yang hanyut saat banjir di Kabupaten Jombang pun belum ditemukan. Niko (16) dan Nazarudin (13), warga Dusun Mayangan, Mojoroto, hanyut pada waktu yang berbeda di tengah banjir akibat luapan Sungai Kaligunting dan Catakbanteng di Kecamatan Mojowarno.
Hujan lebat pada Kamis (22/2) malam hingga Jumat siang juga menyebabkan banjir yang memutus akses transportasi di sejumlah daerah di Jawa Barat. Hujan deras diprediksi terjadi hingga dua bulan ke depan.
Di Kabupaten Cirebon, luapan Sungai Cisanggarung pada Jumat pagi menyebabkan jalur kereta api arah Cirebon-Purwokerto- Semarang dan sebaliknya lumpuh lebih dari 5 jam.
Banjir membuat rel sepanjang 1.100 meter tidak dapat dilintasi karena terendam di atas 10 sentimeter, atau melebihi standar aman 7 sentimeter. Kondisi ini diperparah lumpuhnya jalur utara yang menghubungkan Cirebon-Tegal-Semarang, dipicu hal serupa. Ketinggian air di atas rel mencapai 58 cm. Dampaknya, 15 perjalanan KA terhenti. Banjir juga menggenangi jalan raya Brebes-Cirebon di pantura Jawa.
”Mohon maaf atas keterlambatan 5 jam lebih ini. Kami berusaha mengatasi dengan perbaikan jalur dan pengembalian bea 100 persen,” ujar Manajer Humas PT KAI (Persero) Daop III Cirebon Krisbiyantoro.