Gasing Kutai, Berputarlah yang Lama
Tua, muda, siapa pun yang melintas terbuka untuk bergabung dalam permainan di gedung Balikpapan Sport and Convention Center, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Fairuz (36) tampak serius melilitkan tali di gasing kayunya. Satu-dua lilitan, ujung tali satunya ditarik kencang agar lilitannya lebih melekat. Dalam beberapa lilitan kemudian, dia siap beraksi. Matanya tertuju lekat ke gasing lawan yang lagi berputar di aspal.
Mantap di genggaman tangan kanan, gasingnya lantas dilemparkan ke gasing yang berputar itu. ”Tak!!” begitu bunyi benturan dua gasing kayu tersebut. Kedua gasing terpental, berputar-putar, sebelum salah satunya oleng, lalu perlahan berhenti.
Fairuz tertawa lebar karena ternyata gasingnya masih berputar. Permainan pun diulang seiring orang-orang berdatangan ke sudut parkiran arena.
Banyak yang tertarik, tetapi mereka kesulitan memainkan gasing seberat 0,5 kilogram ini. Kendala pertama, melilitkan tali dari kulit kayu ke badan gasing yang bulat. Kedua, berantakan kala melempar. Bukannya jatuh dan berputar, gasing ”lari” bermeter-meter.
Untunglah ada Nursyamdani, Ketua Keroan Begasing Kutai (KBK), yang mengajari. Dengan telaten, dia memberi contoh. Lupakan gaya Fairuz karena skill- nya sudah di atas rata-rata. Mari berlatih dari dasar.
”Harus berlatih sendiri, dan jika sudah lancar, baru main aduan. Dua lilitan pertama ke gasing jadi kunci. Harus kencang. Kedua, posisi tangan dan arah lemparan mesti benar. Ketiga, saat menarik tali sesaat setelah dilempar, harus pas,” kata Dani.
Untuk memusatkan lemparan, digunakan papan kayu berbingkai agar gasing yang belum pas dilempar tak jauh berlarian. Gasing yang dililit dan dilempar secara benar bisa berputar lama. Dani pernah memutar gasing hingga berdurasi 12 menit.
Dalam dunia ”pergasingan” Kutai, Dani salah satu pakarnya. Ia pembuat gasing dan mahir bermain gasing sejak kanak-kanak. Demikian juga Fairuz yang sewaktu kecil sering diandalkan di kelas untuk bermain gasing.
”Lama-lama permainan gasing ini bisa bikin ketagihan, lho. Kalau sudah memegang gasing, nanti pasti mencari tanah untuk segera melempar. Lama-lama bisa mahir,” kata Dani yang selalu sukses melempar gasing dalam setiap kesempatan, apa pun bentuk gasingnya.
Apa keunikan gasing Kutai? Terlepas dari ukuran nasional yang disepakati, yakni 9 cm (diameter), gasing Kutai beragam ukuran, berat, juga beragam jenis kayunya. Ternyata bukan kayu ulin yang dianggap terbaik sebagai bahan gasing Kutai.
Paling mantap adalah kayu jenis banggeris, karena serat kayunya paling rapat. Gasing kayu banggeris ini paling cocok untuk aduan. Dengan ukuran dan bentuk yang sama, gasing kayu banggeris lebih berat daripada gasing ulin. Lebih berat berarti berputarnya lebih lama.
Bentuk gasing Kutai juga beragam. Gasing untuk bermain sendiri berbeda dengan gasing aduan. Untuk bermain, biasanya dipakai gasing pendada dan perangat, yang bagian atas dan bawah gasing hampir sama. Sementara untuk aduan, digunakan gasing pelele, buong, tungkul, dan bengor, yang bentuknya membulat agar susah dipukul.
”Berajaan” atau ”beturai”
Gasing bisa dimainkan beregu, dan ”berajaan”, yakni tiga pemain ”adu pukul”. Juga bisa dengan ”beturai”, yang pemenangnya adalah gasing yang berputar paling lama.
Gasing sudah dikenal sejak awal berdirinya Kerajaan Kutai dan populer sebagai permainan rakyat. Meski demikian, dalam acara-acara kerajaan, gasing juga bisa ditampilkan. Awalnya, gasing dibuat dari buah pohon katu yang bentuknya mirip gasing.
Gasing juga berevolusi ketika banyak lahan tanah mulai tergantikan semen dan aspal. Ujung bawah gasing kini sudah dipasangi gotri. Selain membantu berputar lebih lama, bola besi kecil ini juga membantu gasing lebih awet jika dimainkan di lahan yang bukan tanah.
Sama seperti permainan tradisional lainnya, bermain gasing (begasing) bagi warga Kutai berarti memperkuat persaudaraan, selain ajang berkumpul antarteman. Hal sederhana yang makin hari makin sulit dilakukan.
”Tak hanya itu manfaatnya. Dulu, orang-orang main gasing sebelum berkebun dan membuka lahan karena bisa menguatkan otot tangan,” ujar Dani. Betul omongannya. Sebab, hanya melempar 15-20 kali, tangan yang tak terlatih sudah cukup pegal, juga nyeri terlilit tali.
Dani sadar, sebagaimana nasib banyak permainan tradisional, gasing Kutai pun semakin tenggelam. Karena itu, KBK yang dibentuk pada awal 2017 mencoba mengenalkan dan memopulerkan permainan ini. Bahkan beberapa kali KBK ke luar daerah, seperti Balikpapan.
KBK yang bernaung di bawah Rumah Budaya Kutai ini diundang untuk menyemarakkan Pameran Pojok Seni dan Usaha Kreatif, awal Januari lalu. Aneka gasing dipajang dan dijual. Pameran itu diikuti 20-an pegiat seni dan pelaku industri kreatif di Balikpapan.
Kepala Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara Sri Wahyuni menyebut banyak agenda wisata yang bisa disematkan dengan permainan tradisional gasing Kutai ini. Sri memberi apresiasi terhadap KBK, yang masih terus bersemangat melestarikan seni budaya Kutai ini.
Kini, KBK menaungi lebih dari 30 komunitas gasing Kutai di Kabupaten Kutai Timur, Kutai Barat, Samarinda, dan Balikpapan. Anggotanya sudah 400-an orang dan terus bertambah. Tugas mereka sederhana, mengajak orang untuk bermain gasing sesering mungkin.